TintaSiyasi.com -- Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra'd: 11).
Selasa, 11 April 2023 pukul 22.30 saya berkesempatan mengisi kajian i’tikaf dengan Ramadhan Transformatif di masjid As salam Depok. Selama tiga jam penuh acara berjalan dengan penuh perhatian dari jamaah yang beragam usia, dari anak-anak hingga kakek-kakek. Begitulah salah satu cara untuk membersamai malam-malam mulia di 10 akhir bulan suci Ramadhan. Salah satu keistimewaan Ramadhan adalah dikabulkannya doa.
I’tikaf adalah amalan mulia dan sangat dianjurkan diamalkan pada Bulan Suci Ramadhan, khususnya di sepuluh malam akhir Ramadhan dengan menetap di masjid dari malam hingga waktu sahur tiba. I’tikaf adalah berdiam menetapi masjid untuk beribadah kepada Allah Ta’la (luzûm al-masjid li ‘ibâdatillah ta’âla).
Keutamaan i’tikaf pada bulan Ramadhan didasarkan oleh hadits dari ‘A`isyah RA, bahwa:
"Rasulullah SAW telah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga beliau diwafatkan Allah Azza wa Jalla, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bahkan karena sangat dianjurkannya i’tikaf, ketika Nabi SAW meninggalkan i’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan itu karena suatu udzur atau hajat, Nabi SAW mengqadha`-nya di bulan Syawwal. (HR Bukhari dan Muslim). (M. Sulaiman Nashrullah Al-Farra`, Al-Tsalâtsûna Hadîtsan Al-Ramadhâniyyah, hlm.145).
Tujuan terbesar i’tikaf adalah untuk ber-khalwat (bersepi-sepi) dengan Allah, dan melakukan berbagai ketaatan kepada Allah, seperti shalat tahajjud yang lama, men-tadabburi (merenungkan secara mendalam) ayat-ayat Al Qur`an, melakukan muhâsabah (instrospeksi) bagi diri sendiri, dan memperbaharui taubat kepada Allah. (M. Sulaiman Nashrullah Al Farra`, Al-Tsalâtsûna Hadîtsan Al-Ramadhâniyyah, hlm. 145).
I’tikaf hukumnya mandub (sunnah), boleh dilakukan pada setiap-tiap waktu, tidak hanya di bulan Ramadhan. Namun yang lebih utama adalah mengerjakannya di bulan Ramadhan, khususnya sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, untuk mencari Lailatul Qadar dengan memperbanyak amal ibadah seperti memperbanyak doa, sebab doa di bulan Ramadhan diijabah oleh Allah. Banyak doa yang bisa kita panjatkan, semisal doa keselamatan dan doa sapu jagad.
Ya Allah kami memohon kepadaMu keselamatan dalam agama dan kesejahteraan/kesegaran pada tubuh dan penambahan ilmu, dan keberkahan rizqi, serta taubat sebelum mati dan rahman di waktu mati, dan keampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami saat pencabutan nyawa selamat dari api neraka dan mendapat kemaafan ketika amal diperhitungkan. Ya Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa neraka.
Jika kita perhatikan kedua doa yang sangat masyhur itu dapat dilihat dari dua sisi, pertama sistematika dan dimensinya. Hierarki dalam doa itu nampaknya menjadi penting untuk kita perhatikan, mana yang sangat penting dan mana yang penting, mana yang lebih utama dan mana yang utama.
Pertama, doa itu ditujukan untuk keselamatan aqidah atau iman atau agama. Inilah doa pertama yang sangat penting yakni meminta kepada Allah agar Allah menyelamatkan keimanan, jangan sampai terjerumus kekafiran. Sebab keimanan inilah yang akan menyelamatkan muslim di dunia dan akhirat. Adalah keharusan menjadi seorang muslim hingga ajal tiba.
Kedua, doa untuk kesehatan fisik. Keimanan tanpa ditopang oleh kesehatan fisik, maka amal sholih sebagai refleksi keimanan akan sedikit terganggu. Kesehatan adalah nikmat Allah yang tak ternilai harganya. Dengan kesehatan ini, seorang muslim akan bisa banyak melakukan banyak hal dengan penuh semangat dan bahagia.
Ketiga, doa agar ditambahkan ilmu. Ilmu adalah kekuatan bagi seorang muslim agar mampu membedakan yang baik dan buruk. Sebab kesehatan bisa saja diselewengkan untuk melakukan aktivitas negatif karena disebabkan oleh ketiadaan ilmu. Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan seorang muslim. Mencari ilmu hukumnya wajib bagi seorang muslim. Karena itu muslim tidak boleh berhenti menuntut ilmu.
Keempat, doa untuk keberkahan rejeki, bukan untuk ditambahkan. Sebab rejeki yang berkah itu lebih baik dari rejeki yang banyak. Rejeki banyak bisa saja didapatkan dari jalan keburukan, sementara rejeki berkah pasti didapatkan dari jalan yang halal. Rejeki berkah itu pada sisi kualitasnya, bukan semata kuantitasnya. Rejeki yang berkah dan halal akan memberikan kebaikan bagi keluarga. Rejeki haram akan berdampak buruk untuk perkembangan fisik dan psikis.
Kelima, adalah doa terkait kematian, yakni mohon taubat sebelum mati, rahman di waktu mati, keampunan sesudah mati dan mudahkan saat pencabutan nyawa. Inilah adalah doa yang sangat penting juga, namun penting dipahami bahwa kematian indah itu harus diawali oleh kehidupan yang indah juga. Ada hubungannya antara pola hidup dan pola mati.
Keenam, doa untuk keselamatan dari siksa api neraka. Doa ini adalah ujung dari kehidupan manusia di dunia dan masuk kehidupan abadi di akhirat yang hanya ada dua tempat, yakni neraka dan surga. Inilah dimensi doa dalam islam, yakni dunia akhirat. Keselamatan dari siksa neraka dan masuk ke surga adalah puncak keselamatan dan kebahagiaan seorang muslim. Hal ini sejalan dengan doa sapu jagat : Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa neraka.
Maka, teruslah saling doa mendoakan sesama muslim, baik secara terbuka, maupun yang utama diam-diam. Berdoalah di tempat utama dan waktu yang utama pula. Berdoalah untuk kebaikan keluarga kita, baik di dunia maupun kebaikan di akhirat.
Kembali ke kajian i’tikaf di masjis As Salam, ada dua pertanyaan yang muncul selepas penyampaian materi Ramadhan transformatif yang nadanya sama, yakni bagaimana dari mana melakukan perubahan atau transformasi ini. Pertanyaan ini penting, sebab bagaimana mungkin akan terjadi sebuah proses transformasi jika tidak tahu dari mana memulai.
Ada beberapa penjelasannya sebagai berikut. Ada beberapa aspek yang mesti dipahami dalam proses transformasi ini: Pertama, subyek perubahan dimulai dari diri sendiri, keluarga, sosial masyarakat hingga negara. Kedua, skala prioritas perubahan dimulai dari yang wajib, sunnah, mubah dan mulai meninggalkan kan yang haram dan makruh. Semua proses perubahan ini harus ditopang oleh ilmu yang terkait dengan dimenasi perubahannya. Masih ingat kan tulisan Ramadhan transformatif yang menjelaskan tentang makna tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Memulai dari diri sendiri ditimbang dalam kerangkan positioning diri, apakah sebagai pribadi, ayah, anak, kakek, guru, suami, istri, anggota masyarakat dan seterusnya. Semua harus dipahami secara detail ilmu sebagai penopangnya. Semisal akan melakukan perubahan diri sebagai seorang ayah. Maka pertama-tama harus dipahami apa yang wajib bagi seorang ayah, apa yang sunnah, mubah dan apa pula yang makruh dan haram.
Untuk memahami hal di atas tentu saja harus ditopang oleh ilmu parenting. Maka ambil buku parenting Islami dalam bab kewajiban orang tua atas anak dan keluarganya. Setelah itu tentukan beberapa aspek spesifik yang akan dilakukan perubahan menjadi lebih baik. Misalnya, jika sebelumnya tidak pernah melakukan proses tarbiyah, ta’lim dan ta’dib kepad keluarga, maka mulailah mengubah diri dengan mengadakan pengajian keluarga dengan tema aqidah, syariah, mualamah dan akhlak dan dilanjutkan dengan forum diskusi.
Sebab seorang ayah wajib mendidik anak dan istrinya. Maka, yang wajib harus didahulukan sebelum yang sunnah dan mubah. Dengan membuka ruang diskusi keluarga, seorang ayah dituntut untuk bisa menjadi problem solver atas persoalan yang dihadapi oleh anggota keluarganya. Jangan sampai anak-anak atau istri mencurahkan masalahnya ke luar rumah. Jadilah seorang ayah atau suami yang mampu memberikan solusi atas masalah yang dihadapi keluarga.
Secara normatif menurut Islam, seorang ayah memiliki kewajiban yang sangat penting terhadap keluarganya, terutama istri dan anak-anaknya. Seorang ayah harus menyediakan nafkah bagi keluarganya. Nafkah ini mencakup kebutuhan sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan lainnya seperti kesehatan dan pendidikan. Ayah juga memiliki kewajiban untuk melindungi keluarganya, terutama istri dan anak-anaknya dari segala macam bahaya dan ancaman.
Ayah juga harus memberikan kasih sayang dan perhatian kepada keluarganya, terutama anak-anaknya. Hal ini penting untuk membentuk ikatan batin yang kuat antara ayah dan anak, serta mempererat hubungan dalam keluarga. Ayah juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengajaran dan mendidik anak-anaknya dalam agama Islam, moral dan etika yang baik, serta pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupan.
Seorang ayah harus menjadi pemimpin dalam keluarganya, sehingga keluarga dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Ayah juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehormatan keluarganya, terutama istri dan anak-anaknya, dengan cara menghindari perilaku yang tidak senonoh dan mengajarkan nilai-nilai sopan santun kepada anak-anaknya.
Nah, setelah mengetahui kewajiban seorang ayah atas keluarganya, lantas ditulis apa yang belum dilakukan dan apa yang akan dilakukan untuk melakukan proses transformasi diri. Tetapkan satu atau beberapa kewajiban yang akan dilakukan. Tetapkan waktu memulai, tujuan dan targetnya, serta lakukan proses assement, penilaian atau evaluasi bersama, jika didapatkan kekurangan, maka harus diperbaiki di kemudian hari. Begitu seterusnya. Tentu saja masih banyak jika dirinci satu-persatu.
Nah, bagaimana, apakah semakin jelas untuk melakukan proses transformasi di bulan Ramadhan ini? Semoga Allah memberikan jalan kemudahan untuk ikhtiar mulia kita semua untuk menjadikan tahun ini sebagai Ramadhan Trasformatif, aamiin.
Oleh: Dr. Ahmad Sastra, M.M.
(Dosen Filsafat)
0 Komentar