TintaSiyasi.com -- Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra'd: 11).
Alhamdulillah, sepantasnya kita bersyukur kepada Allah SWT, sebab tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat, hari ini kita telah sampai pada Hari Raya Idul Fitri 1444 H setelah melewati hari-hari mulia di selama bulan suci Ramadhan. Berbahagialah bagi orang-orang beriman yang berpuasa Ramadhan karena telah sampai pada ujung perjalanan dan kemenangan, dan merugilah bagi orang-orang yang tidak mau berpuasa Ramadhan, karena dia mendapatkan kekalahan dan kegagalan. Kalah dari godaan nafsu setan.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahimdu
Hari raya idul fitri yang didalamnya dilantunkan kalimat takbir, tahlil, dan tahmid adalah hari kebahagiaan bagi orang-orang beriman karena mereka kembali suci tanpa dosa sebagaimana seorang bayi yang baru dilahirkan. Semoga seiring gema takbir di seluruh antero dunia, kita telah menjadi keluarga transformatif yang memberikan pencerahahan kepada masyarakat dan membawa perubahan untuk negeri ini menjadi negeri bertaqwa dengan tegaknya hukum Islam.
Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan puasa Ramadhan atas kalian dan Aku mensunnahkan kepada kalian shalat pada malamnya. Maka barang siapa yang melaksanakan puasa dan qiyam Ramadhan dengan landasan keimanan dan semata-mata mengharap ridho Allah SWT, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya (HR An Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Sebagai orang yang mengaku umat Nabi Muhammad, selayaknya kita meneladani nabi Muhammad SAW dalam menjalani kehidupan kita di dunia. Ciri utama orang beriman yang akan mencapai kebahagiaan adalah orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti jalan Rasulullah Muhammad SAW.
Rasulullah menyayangi keluarga, mendidik generasi muda dan membangun masjid sebagai tempat mengajarkan Islam. Para generasi muda yang disiapkan dan di kader oleh Rasulullah adalah : Ali bin abi tholib dan Zubair bim awwam yang berusia 8 tahun. Thalhah berusia 11 tahun. Al Arqam berusia 12 tahun, Abdullah bin mas'ud 14 tahun. Sa'ad bin abi Waqas 17 tahun dan para pemuda lainya.
Kenapa Rasulullah melakukan pengkaderan kepada para pemuda. Sebab Rasulullah sadar betul bahwa pemuda adalah pilar kebangkitan. Setiap ada kebangkitan, maka pemuda adalah rahasia kekuatannya. Pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Sesungguhnya kekuatan pertama adalah iman dan buah dari iman adalah kesatuan sedang konsekuensi dari kesatuan adalah kemenangan.
Para pemuda pewaris perjuangan dan kebangkitan umat adalah mereka yang tak pernah lupa hakekat hidup yang hanya sekali, tak pernah ragu memilih keabadian disisi Allah dan terus menggaungkan suara kebenaran yang diyakininya. Sebab umat Islam dilahirkan menjadi generasi terbaik.
Untuk itu anak-anak muda muslim mesti menggoreskan sejarah dan peradaban yang terbaik pula. Jangan pernah menjadi golongan para pengecut yang keluar rumah mereka dengan perasaan takut bercita-cita dan berjuang, yang membuat langkah menjadi berat sehingga masa depan tampak kelam.
Untuk itu selayaknya kita mendidik anak-anak kita dengan ajaran Islam agar kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah pejuang agama Allah. Mengapa mereka harus dididik, karena pengaruh lingkungan bisa menjadikan anak-anak kita jauh dari agama. Anak-anak harus menjadi pribadi muslim transformatif yakni generasi yang mampu mengubah masyarakat menjadi lebih islami, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah.
Selain itu selayaknya kita menyiapakan generasi muda penerus, yang bisa meneruskan perjalanan Islam di lingkungan keluarga kita, sebab kelak kita semua akan mati meninggalkan dunia ini. Siapa lagi kalau bukan generasi muda dari anak-anak kita, anak-anak tetangga muslim kita yang bisa meneruskan ajaran Islam di negeri ini dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Kaderisasi ini sangat penting, maka harus dilakukan dengan sangat serius jika kita masih ingin Islam berada di tengah-tengah masyarakat. Jika kita tidak menyiapkan generasi muda, maka akan terhenti generasi penerus pengemban dakwah dan perjuangan agama ini. Semoga ini tidak terjadi. Berikutnya kita harus berusaha membangun, memperkokoh dan menjaga keluarga kita ini sebagai tempat penempaan pengajaran, dakwah dan perjuangan Islam. Jika kita mendidik generasi muslim, maka kita tengah melakukan investasi jangka panjang bagi masa depan agama ini.
Meskipun kita hari ini diliputi perasaan bahagia karena telah mencapai hari kemenangan, namun kita juga layak bersedih, sebab berarti kita telah berpisah dengan bulan Ramadhan yang mulia. Sebab bisa jadi Ramadhan kemarin adalah Ramadhan terakhir buat kita. Bukankah kematian bisa datang setiap saat, baik orang tua maupun anak muda, semua di antara kita akan mengalami kematian, capat atau lambat tinggal menunggu waktu.
Dengan berakhirnya bulan Ramadhan dan masuknya bulan Syawal selalu ada harapan kita kembali ke fitrah. Kembali ke fitrah menjadi dambaan setiap muslim setelah menjalani puasa bulan Ramadhan dan memasuki bulan Syawal. Namun banyak yang tidak mengetahui makna fitrah yang sesungguhnya.
Tentang hakekat makna fitrah ini, Allah telah berfirman dalam Al Qur’an : Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui", (QS. Ar-Rum [30] : 30).
Imam al Qurtubi dalam tafsir al Qurtubi, mengutip gurunya, Abu Abbas, menyatakan, "Ayat tersebut mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan kalbu (akal) anak Adam siap sedia menerima kebenaran sebagaimana mata diciptakan siap untuk melihat dan telinga siap untuk mendengar. Selama kalbu anak Adam tetap dalam fitrahnya itu, maka ia akan mengenali kebenaran. Agama Islam adalah agama yang benar"
Ayat diatas seakan menyatakan, " Hadapkanlah wajahmu pada agama Allah yang lurus. Tetaplah kamu diatas fitrahmu, yaitu tetaplah dalam karakteristik penciptaanmu dan potensi kemanusiaan dalam dirimu yang menjadikan kamu siap menerima kebenaran. Niscaya kamu akan siap menerima Islam dengan sukarela, ikhlas tanpa paksaan, wajar dan tiada beban".
Dengan demikian kembali pada fitrah memiliki arti kembali kepada syariah Allah, dalam arti menjalankan perintah Allah dengan menetapi fitrah, yakni menetapi karakteristik penciptaan manusia dan potensi insaniah untuk siap menerima kebenaran Islam. Kebenaran adalah Islam. Sebab Islam bersumber dari Allah zat yang telah menciptakan alam semesta dan manusia. Alhaqqu min robbika wa laa takunanna minal mumtarin, kebenaran hanya dari Allah, jangan pernah ragu. Bukan dari manusia atau agama selain Islam. Inilah yang dimaksud kembali ke fitrah berarti kembali ke syariah Islam.
Sebenarnya bulan Ramadhan telah menjadi momentum yang sangat berharga dalam menumbuhkan kesadaran kita untuk menetapi fitrah tersebut. Ramadhan telah menjadi latihan jasmani dan rohani untuk senantiasa beramal semata-mata karena Allah. Dengan demikian Ramadhan telah menumbuhkan perasaan selalu membutuhkan penciptaNya dan membutuhkan petunjukNya. Ramadhan adalah bulan transformatif menjadi lebih beriman dan bertaqwa.
Fitrah mengharuskan manusia hanya menerima agama, ideologi dan sistem hidup yang sesuai dengan fitrah manusia, dan menolak agama, ideologi dan sistem hidup yang bertentangan dengan fitrah manusia. Islam diturunkan Allah sebagai agama, ideologi dan sistem hidup yang sesuai dengan fitrah manusia. Terbukti Islam selain meliputi aspek spiritual, Islam juga menjadi ideologi dan sistem hidup yang menjadi solusi segala macam permasalahan hidup, baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Islam telah menjadi solusi bagi permasalahan individu, keluarga bahkan negara.
Agama-agama selain Islam yang notabene hanya mengatur masalah spiritual dan ritual penyembahan kepada tuhannya jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Demikian juga ideologi dan sistem hidup selain Islam seperti kapitalisme, komunisme, sekulerisme, liberalisme dan pluralisme juga tidak sesuai dengan fitrah manusia. Komunisme tidak mengakui adanya tuhan. Sekulerisme memisahkan peran agama dalam urusan duniawi. Wajar jika majelis ulama Indonesia menjatuhkan fakwa haram bagi paham sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.
Hanya Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah hanya akan menerima aturan yang sesuai dengannya. Oleh karena itu sekali lagi bulan Syawal dengan harapan kembali ke fitrah dengan menetapi dan mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap menerima kebenaran Islam, mengharuskan kita hanya menerima Islam dan menolak semua agama dan ideologi selain Islam. Sebab hanya Islam yang sesuai dengan fitrah dan hanya Islam agama yang benar dan diridhoi Allah. Innadina 'indallahil Islam. Setelagh menerima sepenuhnya atas Islam, maka tugas berikutnya adalah mendakwahkan dan memperjuangkannya.
Jika fitrah adalah karakteristik penciptaan manusia oleh Allah, maka menyimpang dari fitrah akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia itu sendiri. Setidaknya ada tiga dampak buruk akibat dari penyimpangan manusia terhadap fitrahnya. Pertama, hilangnya sifat kemanusiaan. Jika fitrah tak lagi ada dalam diri manusia, maka sifat-sifat kemanusiaan akan tercerabut dari dalam dirinya. Sebab manusia itu akan menggunakan potensi penglihatan, pendengaran dan hati serta akalnya bukan untuk menerima kebenaran Islam.
Allah menilai manusia yang telah tercabut dari fitrahnya sebagai manusia yang lebih sesat dari binatang. Hal ini sesuai dengan firmanNya : “Mereka mempunyai hati, tetapi hati itu tidak mereka gunakan untuk memahami ayat-ayat Allah; mereka mempunyai mata, tetapi mata itu tidak mereka gunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah; mereka mempunyai telinga, tetapi telinga itu tidak mereka gunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.” ( QS. Al A'raf [7]: 179)
Kedua, akibat dari manusia yang telah tercabut dari fitrahnya adalah adanya hancurnya tatanan kehidupan di segala bidang. Akibatnya lahirlah para pejabat yang korupsi dan serakah yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai kekayaan. Dalam bidang sosial akan melahirkan segala macam penyimpangan perilaku seperti seks bebas, aborsi, perjudian, pelacuran, dan penyakit sosial lainnya.
Inilah akibat dari ditinggalkannya fitrah atau Islam sebagai sistem hidup. Jika manusia telah meninggalkan Islam sebagai aturan hidup, maka yang terjadi adalah kehidupan yang sempit. Sebagaimana firman Allah : Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya adalah penghidupan yang sempit (QS. Thaha [20] : 124)
Ketiga, akibat dari tidak adanya fitrah atau Islam dari tata hidup manusia adalah kerusakan alam. Manusia yang tak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman hidup akan cenderung merusak alam. Gunung digunduli dan diambil kayunya, akibatnya banjir melanda dan meluluhlantakkan desa dan kota.
Penerapan hukum sekuler di negeri ini telah terbukti menimbulkan berbagai masalah yang semakin kompleks. Maka, akibat penerapan hukum buatan manusia yang nyata-nyata bertentangan dengan syariah Islam, berbagai kerugian dan kemadaratan menimpa kita. Sudah lama kita menyaksikan, bahkan merasakan secara langsung, realitas keterpurukan umat Islam di berbagai bidang. Semua adalah akibat langsung dari keberpalingan umat ini dari syariah Islam.
Misalnya, akibat utang ribawi yang keterlaluan, kini bila dibagi rata, tiap orang Indonesia harus menanggung utang negara sebesar Rp 24 juta rupiah. Sementara itu pungutan pajak makin membebani rakyat kebanyakan. Di sisi lain skandal keuangan ratusan triliun justru membelit Kementerian Keuangan.
Tragisnya lagi, kekayaan negeri ini tidak memberi kemakmuran yang adil pada rakyatnya, bahkan banyak orang kesulitan hidup walau sekedar mendapatkan makanan bergizi. FAO mencatatat Indonesia adalah negara dengan jumlah warga dengan gizi buruk tertinggi di Asia Tenggara. Ada sekitar 17 juta lebih orang Indonesia menderita gizi buruk.
Sementara itu nasib umat Muslim di belahan dunia lain masih menderita; penjajahan Palestina oleh Zionis Israel makin menjadi-jadi. Nasib tragis Muslim Uighur di Xinjiang Cina masih terus terjadi. Derita Muslim di India dan di berbagai negeri Muslim yang lain juga tak pernah berhenti.
Semua keterpurukan dan derita umat ini sejatinya membuat kita prihatin. Keprihatinan kita seharusnya membangkitkan ghiirah (semangat) kita untuk melakukan perubahan. Tentu bukan sekadar perubahan, tetapi perubahan yang pasti yakni transformasi sistemik menuju sistem Islam.
Untuk itu setiap kali datang bulan Syawal dan seterusnya, semoga kita semua kembali kepada fitrah. Dalam arti memiliki kesadaran untuk kembali kepada Islam sebagai tuntunan hidup dalam berbagai aspeknya dan menjauh dari semua isme yang bertentangan dengan Islam.
Sebab, penyimpangan manusia dari fitrahnya sebagai manusia yang membutuhnya aturan-aturan dari sang pencipta Allah swt atau syariah telah terbukti membawa akibat buruk seperti yang telah dicontohkan di atas. Untuk itu jika kita berharap negeri ini keluar dari segala macam krisis, maka manusia harus segera kembali ke fitrahnya, kembali kepada Islam dengan membebasakan negeri ini dari berbagai belenggu isme yang sesat dan menyesatkan.
Dengan demikian penerapan syariat Islam sebagai realisasi kembali kepada fitrah adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab tata kehidupan yang dinaungi oleh peraturan dan hukum Allah dijamin akan mendatangkan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan dan keberkahan dari Allah swt, Tuhan semesta alam. Bukankan kita hidup di bumi milik Allah, makan dari rejeki yang diberikan Allah, bernafas menghirup udara milik Allah bahkan kelak ingin masuk surga milik Allah ?.
Akhirnya dengan moment berbahagia Idul Fitri 1444 H tahun ini, semoga kita semakin meningkat kesadaran keislaman kita, keluarga kita, masyarakat kita dan para pemimpin kita sehingga benarlah menjadi Ramadhan trasnformatif. Semoga para pemimpin bangsa ini memiliki kesadaran untuk bersegera menerapkan Islam sebagai sumber hukum dalam mengelola negara dan rakyatnya, agar hidup penuh berkah. Sebab ini adalah janji Allah, dan janji Allah adalah kepastian. Innallaha laa yukhliful mii’ad. Sungguh Allah tidak mengingkari janji.
Ramadhan transformatif menuju perubahan sistemik menuju negeri yang diridhoi oleh Allah dengan menerapkan Islam secara kaffah. Insyaallah. []
Oleh: Dr. Ahmad Sastra, M.M
Dosen Filsafat
0 Komentar