Retrogresi Reputasi Generasi Bangsa: Inikah Gejala Resesi Identitas Nasional?


TintaSiyasi.com -- Kondisi generasi bangsa di Indonesia mengalami retrogresi (kemerosotan) di berbagai aspek kehidupan. Mereka seolah kehilangan identitas diri sebagai Muslim. Selain itu, mereka larut dalam arus liberalisasi dan sekularisasi yang gencar terjadi hari ini. Padahal, generasi muda adalah ujung tonggak perubahan. Merekalah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Ketika generasi sudah hancur, dapat dipastikan kehancuran peradaban yang mereka pimpin.

Mereka tidak hanya mengalami krisis identitas yaitu mempertanyakan jati diri mereka dan untuk apa hidup di dunia ini, tetapi sudah masuk ke depresi identitas yaitu saat mereka mengalami gangguan bipolar atau kesehatan mental mereka terganggu. Inilah yang menimpa generasi muda hari ini. 

Dari pengantar di atas ada beberapa kasus yang menguatkan pernyataan tersebut. Pertama, maraknya kasus bunuh diri. Kasus viral mahasiswa UI yang bunuh diri dari apartemen (12 Maret 2023) menunjukkan mental generasi hari ini terganggu. Kedua, demi konten dan eksistensi sampai terbunuh. Dikutip dari CNNIndonesia (3/3/2023), seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali. Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call. 

Beberapa bulan yang lalu juga ada dua remaja meninggal karena tertabrak truk saat membuat konten. Dikutip dari merdeka.com (16/1/2023), dua remaja asal Bogor, Jawa Barat viral di media sosial usai melakukan aksi berbahaya. Dalam video amatir yang beredar, dua remaja tersebut mencoba menghentikan truk. Aksi berbahaya mereka gagal dan menyebabkan salah satu dari mereka tewas terlindas, karena truk gagal mengerem.

Ketiga, generasi sadis nirempati. Dikutip dari detik.com, polisi menangkap tiga ABG diduga pelaku yang membacok siswa SMP berinisial ARSS (14) hingga tewas di Sukabumi, Jawa Barat. Tiga anak berhadapan dengan hukum itu ialah DA (14), RA alias N (14), dan AAB alias U (14). Dilansir detikJabar, Jumat (24/3/2023), peristiwa pembacokan ini geger karena korban merupakan target kedua kali dan pembacokannya ditayangkan secara langsung via Instagram.

Keempat, tawuran. Dikutip dari detik.com (25/3/2023), sebanyak 15 remaja melakukan tawuran dengan menggunakan sarung yang ujungnya diikat batu di Jalan Durian, Jagakarsa, Jakarta Selatan (Jaksel). Para remaja itu lalu diamankan polisi. Tidak hanya itu, dikabarkan dari Kompas.com, aparat kepolisian di Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, menangkap sekitar 26 remaja yang hendak terlibat dalam tarung sarung atau perang sarung, Jumat (31/3/2023) sekitar pukul 03.30 WIB.

Kelima, terlibat narkoba. Dikutip dari detik.com (12/3/2023), anak pedangdut Lilis Karlina berinisial RD ditangkap polisi dari Satres Narkoba Polres Purwakarta pada Minggu (12/3/2023). Penyebabnya, remaja berusia 15 tahun diketahui merupakan bandar obat terlarang yang dikategorikan narkotika. 

Rentetan kasus yang menimpa remaja sepanjang bulan Maret sungguh tragis dan mengiris hati. Kerusakan yang terjadi terhadap generasi bangsa adalah nyata dan tidak bisa dimungkiri. Beberapa ahli menganggap generasi hari ini mengidap mental health (gangguan mental), tetapi jangan sampai kejahatan dan kriminalitas yang mereka lakukan dinormalisasi karena dianggap sakit jiwa. Padahal kejahatan tersebut dilakukan secara sadar.

Malapraktik Mengatasi Kerusakan Generasi

Sungguh naas nasib generasi hari ini. Serangan kerusakan yang merusak mereka menghantam di berbagai lini. Alih-alih pemerintah menyelamatkan generasi muda, justru pemerintah salah mengidentifikasikan penyebab kerusakan generasi dan malah malapraktik, sehingga membuat kerusakan yang lebih besar terhadap remaja hari ini. Pertama, ketika marak kasus bunuh diri, justru pemerintah melakukan kampanye moderasi beragama. Hal itu terjadi di Gunungkidul Yogyakarta, Basnaz di bawah Kemenag adakan moderasi beragama untuk menekan kasus bunuh diri. 

Kasus bunuh diri yang terjadi hari ini dikarenakan lemahnya akidah dan ketidakmampuan dirinya mengurai masalah yang dihadapi. Bukan mencari solusi dan siap bertanggung jawab, melainkan ambil jalan pintas bunuh diri sebagai bentuk keputusasaan dalam menghadapi masalahnya. Memang banyak kasus penyebab seseorang bunuh diri, ada yang masalah asmara, terlilit utang, dan sebagainya. Tetapi, apabila dikerucutkan akan mendapatkan satu benang merah yaitu lemahnya akidah dan ketaatan terhadap Allah SWT.

Boro-boro menguatkan keimanan dan ketakwaan dengan kajian Islami, pemerintah justru melakukan kampanye moderasi beragama yang membuat generasi hari ini makin sekuler dan liberal. Memang alasan mereka kampanye moderasi beragama agar generasi selamat dari radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang hari ini dianggap musuh bersama. Tetapi, secara fakta, moderasi beragama membuat generasi liberal di balik kata moderat dan makin sekuler, sehingga makin jauh dari Islam dan anti terhadap syariat Islam.

Kedua, sistem pendidikan sekuler jauh dari visi mencetak generasi rabani. Sistem pendidikan hari ini dibangun dari sudut pandang sekularisme. Hal itu terlihat dari masuknya moderasi beragama di dalam kurikulum pendidikan hari ini. Tidak usah muluk-muluk bicara generasi rabani, untuk mencetak generasi bermoral saja sistem pendidikan hari tidak bisa, karena konsep pendidikan yang hanya studi oriented. 

Ketiga, ekonomi kapitalisme telah membuat pendidikan sebagai ladang bisnis. Bukannya menjadikan pendidikan hari ini sebagai tempat mencetak generasi unggul, pendidikan hari ini dijadikan ladang bisnis, dan pemerintah hanya sebagai regulator semata. Sebagaimana ancaman Perppu Ciptaker yang baru saja disahkan kemarin juga berpotensi menjadikan pendidikan menjadi ladang bisnis. Ketika tanggung jawab negara diserahkan ke pasar, wajar saja pendidikan bermutu dan berkualitas berbanding lurus dengan biasa pendidikan yang mahal dan fantastis. 

Akhirnya, yang bisa mendapatkan pendidikan berkualitas hanya mereka yang mampu bayar, bagi yang penghasilannya pas-pasan harus siap mendapatkan pendidikan yang pas-pasan saja. Apalagi role model prestasi belajar hari ini hanya ditentukan di atas kertas, tidak menyeluruh membentuk kepribadian yang islami. 

Keempat, kurikulum gonta-ganti. Dikira dengan gonta-ganti kurikulum dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan, padahal sistem pendidikan hari ini yang telah rusak. Kurikulum pendidikan yang sering diganti menunjukkan pemerintah kebingungan dalam memformulasikan pendidikan yang memiliki karakter yang baik. Banyak inovasi kurikulum dilakukan, tetapi generasi bangsa makin rusak, ini sama saja dengan orang sakit yang salah dikasih obat. Bukannya sembuh malah tambah parah. Begitulah gambaran pendidikan hari ini. Sekalipun melakukan studi banding keluar negeri, pemerintah tidak akan mampu mendapatkan role model pendidikan ideal, karena yang dijadikan role model adalah pendidikan sekuler-liberal di negara-negara asing. Sekalipun mereka memiliki kemampuan iptek yang tinggi, tetapi moralnya hancur. 

Kelima, hukum lemah terhadap tindakan kriminal remaja dan berdampak menormalisasi kejahatan remaja. Hukum tumpul terhadap tindakan kriminal remaja dengan dalih mereka masih di bawah umur. Walhasil, banyak remaja yang melakukan kriminal hanya mendapatkan penyuluhan dan pendampingan. Itu disebabkan karena pemerintah salah dalam mengategorikan dewasa. Dalam Islam dewasa atau balig ketika wanita sudah haidh dan laki-laki sudah mimpi basah. Tetapi, dalam kehidupan sekuler, remaja dinyatakan dewasa dan bisa menerima sanksi hukum jika sudah berusia 17 tahun ke atas. 

Walhasil, banyak kejahatan yang sudah dilakukan ketika mereka sudah balig (dewasa dalam pandangan Islam), tetapi tidak mendapatkan sanksi tegas dengan alasan masih di bawah umur. Begitu pula identifikasi kejahatan (jarimah) dalam kacamata kapitalisme sekuler berbeda dengan indikasi Islam. Kapitalisme sekuler lebih memberikan ruang kebebasan untuk tindakan kejahatan. Sebagai contoh, soal perzinaan. Perzinaan itu kejahatan di dalam Islam, tetapi dalam hukum kapitalisme sekuler, ketika itu dilakukan suka sama suka itu bukan tindak kejahatan yang patut dikenakan sanksi hukum. Dampaknya perzinaan marak di berbagai kalangan, baik remaja maupun orang tua, terkena dugaan kasus perzinaan.

Keenam, gempuran media sekuler dan liberal. Kerusakan remaja hari ini tidak hanya didukung oleh sistem yang ada, tetapi juga tontonan yang menjadi tuntutan kehidupan. Gaya hidup sekuler dan liberal hari ini dikampanyekan masif melalui media digital. Hal itu seolah-olah melengkapi proses kerusakan generasi muda hari ini. Tetapi, bagi peradaban kapitalisme hal itu adalah kesuksesan mereka dalam mencetak generasi muda yang sekuler dan liberal. Mereka memang tidak bisa mengajak generasi muda masuk ke dalam agama mereka, tetapi mereka ingin gaya hidup dan pola pikir mereka merasuk ke dalam benak kaum Muslim hari ini. Itulah tujuan mereka hari ini.

Sejatinya enam poin di atas terjadi karena tata kelola kehidupan yang bernafaskan sekularisme. Generasi dirusak secara sistematis, tetapi negara tidak mau mengakui dan menyadarinya. Makin ke sini generasi makin rusak dan merusak. Seharusnya mereka menjadi pembaharu, mereka telah dijadikan mesin perusak yang sangat kejam oleh sistem kapitalisme hari ini. Potensi mereka dibajak menjadi role model remaja sekuler yang jauh dari Islam dan bebal terhadap dakwah Islam. Seharusnya remaja hari ini menjadi agen dan pemimpin perubahan, tetapi faktanya generasi hari ini menjadi bebek yang mengikuti arus sekularisasi dan liberalisasi yang masif secara global.

Tidak Ada Cara Lain, kecuali Mengembalikan Kehidupan Islam

Kerusakan remaja hari ini disebabkan oleh sistem kapitalisme sekuler. Sistem inilah yang menyebabkan mereka jauh dari Islam dan kehilangan identitasnya, maka tidak ada cara lain, kecuali mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat hari ini. Satu-satunya cara mewujudkan kehidupan Islam yaitu dengan menegakkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah. Tidak ada cara lain selain itu, karena Islam hanya bisa diterapkan dalam bingkai khilafah. Demokrasi kapitalisme terbukti gagal total dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, justru demokrasi kapitalisme telah berhasil merusak generasi muda di berbagai lini kehidupan. 

Oleh karena itu, PR besar umat Islam adalah mengembalikan kehidupan Islam dalam bingkai khilafah. Meskipun perjuangan ini menemui onak dan duri, tetapi perjuangan ini harus terus dilaksanakan. Terlebih hari ini diksi khilafah dipersekusi dan dikriminalisasi oleh rezim anti Islam. 

Mengapa mereka capek-capek mengkriminalisasi khilafah? Pertama, karena mereka tidak memahami, solusi tuntas problematika kehidupan adalah kembali kepada sistem Islam di bawah naungan khilafah. Kedua, mereka mengikuti agenda global untuk menghambat kembalinya peradaban Islam di bawah naungan khilafah. Khilafah Islamiah telah berkuasa kurang lebih 13 abad lamanya. Pada masa itu Khilafah Islamiah berhasil menundukkan keserakahan dan kezaliman kaum kafir. Di situlah ketakutan Barat berkumpul, mereka tidak ingin kerakusan mereka dihentikan, mereka tidak ingin penjajahan dan penjarahan di negeri-negeri Muslim dihentikan dengan kembalinya khilafah. Oleh karena itu, mereka sekuat tenaga memonsterisasi khilafah agar solusi yang seharusnya diambil umat Islam dianggap monster menakutkan yang harus dijauhi umat Islam. 

Ketiga, penolak Khilafah Islamiah adalah pelaku kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman. Bagi pelaku kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman, Khilafah Islamiah adalah ancaman bagi mereka. Mereka sudah terlanjur nyaman melakukan kemaksiatan, kemungkaran, dan kezaliman, maka mereka tidak mau kepentingan mereka terganggu dengan kembalinya sistem adil Khilafah Islamiah di tengah-tengah kehidupan mereka. Sehingga para komplotan itu bahu-membahu melakukan stigmatisasi diksi khilafah. 

Padahal jika dikaji dalam berbagai literatur Islam, khilafah adalah ajaran Islam. Sehingga memperjuangkan Khilafah Islamiah adalah bagian dari dakwah yang dijamin oleh undang-undang dan konstitusi. Tidak boleh melarang dan mengkriminalisasi dakwah, karena itu adalah tindakan yang akan mengundang murka Allah SWT.

Mewujudkan Generasi Rabani Bervisi Akhirat

Selain berjuang mengembalikan kehidupan Islam dalam bingkai khilafah, umat Islam harus tetap berupaya mewujudkan generasi rabani bervisi akhirat. Walaupun umat Islam hidup di dalam kehidupan yang tidak islami, tetapi dakwah Islam harus terus diprioritaskan. Terlebih hari ini umat Islam berada di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, bulan Al-Qur'an, bulan dakwah, bulan jihad, dan bulan perjuangan. Alangkah ruginya jika umat Islam tidak mengisi bulan Ramadhan ini dengan dakwah dan dakwah. 

Berikut ini adalah catatan dalam mewujudkan generasi rabani bervisi akhirat. Pertama, menanamkan akidah yang benar. Lurusnya akidah di dalam benak kaum Muslim adalah kunci keberhasilan dakwah. Apabila seseorang telah meyakini Allah SWT dengan sebenar-benarnya keyakinan, maka syariat atau aturan seberat apa pun akan dilakukan dengan sekuat tenaga. Karena ia memahami ini adalah perintah Allah SWT bukan perintah manusia.

Kedua, mengajaknya untuk terikat dengan hukum syarak. Setelah memiliki akidah yang mantap, harapannya akidah itulah yang akan mendorongnya untuk taat kepada hukum syarak. Di setiap tingkah laku, tutur kata, dan diamnya mereka senantiasa dikaitkan dengan Islam. Ketika ia keluar dari tuntutan syarak sama saja ia telah melakukan kemaksiatan yang mendatangkan dosa dan kemurkaan Allah SWT. 

Ketiga, memahamkan solusi dari problematika kehidupan adalah diterapkan Islam secara kaffah. Pola pikir dan pola sikap generasi hari ini perlu diarahkan kepada Islam secara terus-menerus. Mereka harus memahami munculnya problematika kehidupan karena tidak diterapkan Islam, sehingga ketika mereka menghadapi berbagai tantangan kehidupan mereka akan mencari solusi Islam. 

Keempat, mengajaknya untuk menjadi penyeru kebaikan atau pengemban dakwah Islam. Amalan terbaik para nabi dan rasul adalah mengemban risalah Islam di sepanjang kehidupan mereka. Oleh karena itu, dakwah ini adalah amalan nabi dan rasul yang harus diikuti dan diteladani oleh generasi hari ini. Mereka tidak hanya menjadi pelaku kebaikan, tetapi juga penyeru kebaikan. Ketika mereka bisa menjadi pengemban dakwah, harapannya ia bisa mengurai permasalahan kehidupan dari aspek individu, masyarakat, maupun negara yang ia temui hari ini. 

Kelima, mengupayakan lingkungan dan kehidupan islami. Penting generasi hari ini menciptakan kehidupan Islam di berbagai lini kehidupan. Sembari mereka berjuang mengembalikan tegaknya khilafah Islam, mereka juga perlu menciptakan kehidupan Islam dalam aktivitas setiap harinya, yakni dari lini keluarga, komunitas maupun jemaah dakwah yang ia ikuti.

Keenam, mengikuti kajian intensif. Kajian Islam intensif adalah salah satu cara untuk membersihkan pemikiran kita dari ideologi kufur selain Islam. Tidak hanya itu, dengan mengkaji Islam ini akan menguatkan keimanan dan ketakwaan kita sehingga ketika beradu dengan pemikiran kufur dan godaan syahwat dunia tetap kukuh memegang tali-tali agama Allah SWT. Inilah pentingnya mengkaji dan memberikan kajian Islam, yakni salah satu cara membersihkan diri dari cengkeraman pemikiran sekuler liberal. 

Apabila generasi hari ini mampu melaksanakan keenam poin di atas dan senantiasa menjaganya dalam kehidupan sehari-hari, niscaya mereka akan menjadi pribadi unggul yang mampu hidup di dalam kegelapan sistem kapitalisme sekuler hari ini. Mereka bisa menyalakan cahaya di tengah gelapnya dunia dan mereka bisa membuat cahaya Islam makin terang benderang dengan dakwah yang mereka lakukan. Begitulah generasi rabani yang memiliki visi akhirat.

Surah Al-Imran Ayat 110

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS. Al-Imron: 110).[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo 

Posting Komentar

0 Komentar