UIY: Hukum Asal dari Perbuatan Terikat kepada Hukum Syara’


TintaSiyasi.com -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa hukum asal dari perbuatan terikat kepada hukum syara’. “Hukum asal dari perbuatan itu terikat kepada hukum syara’,” tuturnya dalam rubrik Kajian Inspirasi Dakwah: Kewajiban Memahami Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Amal, di YouTube Ngaji Shubuh TV, Rabu (22/3/2023).

Ia mengungkapkan, seorang Muslim tidak boleh lepas dari keterikatannya kepada hukum syara’. Keterikatan kepada hukum syara’ hanya mungkin terealisasikan dan diwujudkan apabila seorang Muslim memahami agamanya dan akidahnya. “Sehingga fardhu ‘ain bagi setiap Muslim untuk mempelajari hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan pribadi. Mempelajari Ilmu tentang tauhid, akidah, ibadah yang terkait dengan kehidupan,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, setiap Muslim wajib untuk mengetahui hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatannya. Setiap Muslim harus tafakuh fiddin, mendalami agama dalam perkara syariah, khususnya yang menyangkut ibadah. Karena kewajiban pertama bagi seorang mukalaf adalah makrifatullah yakni mengenal Allah.

“Akidah itu harus terbit dari pemahaman, artinya dia sendiri harus memahami, dia tidak boleh taklid. Akidah tidak boleh taklid. Mengapa? Karena orang yang bertaklid ini hanya mengikuti. Dia punya keyakinan hanya berdasarkan ikut-ikut keyakinan orang lain, tidak sampai kepada hakekat tasdikul jasm (pembenaran yang bersifat pasti). Karena pemahaman yang terbit dari keyakinan, dari pemahaman dirinya, maka dia tidak bergantung kepada siapa pun kecuali bergantung kepada yang dipahami,” jelasnya.

Lebih lanjut ia memaparkan, untuk menghasilkan seorang Muslim yang paham dan mengetahui hukum-hukum yang berkenaan dengan pribadinya, maka diperlukan sebuah pendidikan yang memperhatikan prinsip urusan fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.

“Kalau tidak memperhatikan prinsip terpenting yakni kewajiban tafakuh fiddin yang berkenaan dengan urusan-urusan pribadi atau perbuatan pribadi, maka pendidikan tersebut pendidikan yang salah dalam kacamata Islam dan ini yang terjadi hari ini. Sehingga sebuah ironi di negeri yang mayoritas Muslim, tapi mengapa menurut surve ada 52 persen dari umat Islam yang tidak bisa membaca Al-Qur’an? Jelas ini tidak bisa terlepas dari ideologi yang mempengaruhinya,” paparnya.

Ia menerangkan, hal ini akan berbeda jika dalam filosofi, konsepsi, dan ideologi pendidikan Islam. Islam tidak akan pernah melewatkan kewajiban penting, yakni memberikan kesempatan kepada umat Muslim untuk tafakuh fiddin, kewajiban fardhu ‘ain bagi setiap Muslim, untuk mempelajarinya yang kemudian disebut sebagai tsakofah Islam. “Sehingga anak-anak akan dibina sedemikian rupa, sehingga memiliki syahsiyah Islam, menguasai tsakofah Islam, kemudian ilmu kehidupan,” pungkasnya.[] Isty Da’iyah

Posting Komentar

0 Komentar