TintaSiyasi.com -- Aktivis Islam, Ismail Al-wahwah ternyata pernah menulis tentang istrinya untuk pertama dan terakhir kali. Dalam tulisan tersebut, ia menyebutkan bahwa sang istri adalah sosok wanita yang bersabar, dan ia mendoakan agar senantiasa mendapatkan balasan kebaikan dari Allah swt.
“Saya tidak pernah menulis kata-kata tentang istri saya dalam hidup ini. Tetapi hari ini, sepertinya matahari tengah mendekati waktunya, dan hanya Allah yang mengetahui perkara ghaib. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Adapun nikmat -nikmat Tuhan, maka harus dibicarakan, termasuk tentangmu wahai wanita Muslimah yang sabar,” tulisnya di laman Facebook pribadinya Ismail Al-wahwah, pada tanggal 27 Desember 2022 lalu.
Ia menyebutkan bahwa dengan Al-wafaa (menjaga janji setia pada seseorang) telah mendoronganya untuk menulis kata-kata yang bisa bermanfaat sebagai salah satu cara dari begitu banyak cara lain untuk menyebarkan kebaikan.
“Kami telah hidup bersama selama hampir empat puluh tahun. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar sepatah kata pun darinya yang menyakitiku. Dan saya harap, saya juga tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun yang menyakitinya,” tambahnya.
Aktivis Islam senior asal Australia itu menceritakan kisahnya bersama sang istri yang juga dimulai dengan kondisi-kondisi sulit seperti pasangan muda lainnya di awal pernikahan.
Ia mengatakan bahwa mereka menikah ketika dirinya masih berstatus seorang mahasiswa. Namun, sang istri tidak pernah mengeluhkan kondisi apapun sejak awal pernikahan keduanya.
“Kami telah melewati kondisi hidup yang sulit di beberapa tahap kehidupan kami, terutama di awal kehidupan pernikahan ketika saya masih mahasiswa, dan dia tidak pernah mengeluh,” jelas Ismail Al-Wahwah.
Bahkan tidak hanya itu, perjalanan keduanya menelusuri dan berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Uniknya, Ismail Al-Wahwah berkata, mereka hanya butuh beberapa menit untuk memutuskan sesuatu bersama.
Ismail Al-Wahwah dalam tulisan tersebut juga mengisahkan, betapa sang istri tidak pernah mengeluh dan berputus asa atau membebaninya ketika ia pernah mendekap beberapa kali dalam penjara.
Padahal, anak-anaknya saat itu masih kecil dan mereka mengalami situasi yang sangat sulit. Sang istri tetap terus sabar untuk berkunjung ke penjara.
“Istri dan anak-anak saya yang masih kecil mengalami kondisi yang sulit ketika saya dipenjara beberapa kali. Demi Allah, dia tidak pernah mengeluh, tidak pernah menunjukkan keputusasaan, dan tidak pernah membebani saya dengan kekhawatirannya ketika dia mengunjungi saya di penjara. Selalu mengatakan bahwa dia dan anak-anaknya baik-baik saja,” jelasnya.
Dalam tulisan itu juga, Ismail Al-Wahwah menyatakan bahwa dirinya di penjara sebab dituduh oleh rezim Yordania pada kasus yang tidak sepatutnya. Ia mendapatkan ketidakadilan hingga sempat dijatuhi hukuman mati pada tahun 1993.
Pasca dakwaan dikeluarkan, ayah dan beberapa saudarinya bergegas datang dari Palestina ke Yordania. Mereka mendatangi Ismail Al-Wahwah di penjara militer di Zarqa.
Ia mengatakan bahwa ayahnya adalah ayah yang sama dengan ayah-ayah lainnya yang komitmen dengan agama, tetapi juga sangat mengkhawatirkan putranya.
“Ayah saya adalah ayah yang sama dengan lainnya. Komitmen dengan agamanya, tetapi sangat khwatir dengan putranya. Ayah saya mulai menyuruh untuk meninggalkan politik dan urusan keagamaan (dakwah). Tetapi saya mencoba meyakinkannya jika semua akan baik-baik saja,” ungkap Ismail Al-Wahwah.
Namun, sang ayah memahami sebaliknya. Ismail mengatakan bahwa ayahnya telah mendapatinya berjanji untuk tidak lagi melakukan aktivitas kegamaan (dakwah).
Minggu berikutnya setelah sang ayah berkunjung ke penjara, istrinya datang berkunjung. Tetapi dengan raut wajah yang tidak biasa. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan, penting, dan sangat mengganggunya. Lalu, istrinya pun bertanya,
"Benarkah kamu berjanji kepada paman saya untuk meninggalkan panggilan agama?. Sebelum saya jawab ia terus melanjutkan, di mana ceramah, khutbah, dan pelajaran tentang kesabaran, cobaan, dan sebagainya? Dan sebagai informasi, istri saya tidak ada hubungannya dengan aktivitas dakwah seperti yang saya lakukan pada waktu itu,” terang Ismail.
Lalu Ismail Al-Wahwah meyakinkan istrinya bahwa ia tidak mengubah atau mengganti apapun dari dakwahnya. Ia hanya menjawab ucapan ayahnya dengan kalimat-kalimat yang lembut dan tidak menakut-nakuti. Beruntunglah sang istri pun akhirnya bisa memahami maksud Ismail Al-Wahwah.
Lanjut ia akui, bahwa kalimat-kalimat istrinya tersebut telah memberikan dampak yang besar bagi dirinya selama dalam masa penahanan di penjara.
Ia pun menegaskan bahwa ia menulis tentang istrinya bukan semata-mata hanya untuk memuji sang istri maupun dirinya sendiri. Sebab katanya, masih banyak wanita dan pria Muslim yang lebih baik dan berbudi luhur.
“Namun, saya ingin mengatakan bahwa dunia ini penuh dengan kebaikan selama ada wanita seperti dia. Saya tahu bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak dapat memenuhi hak -hakmu, tetapi saya meminta kepada Allah untuk membalasmu dengan pahala yang terbaik,” pungkasnya. [] M. Siregar
(Tulisan ini ditulis dalam Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris yang dimuat di laman Facebook Abu Hamzah Dourehi)
0 Komentar