Jika Proyek IKN Harus Menyewa Mandor Asing: Inikah Wujud Slogan NKRI Harga Mati?


TintaSiyasi.com — Buruk muka cermin dibelah. Siapa yang tidak mampu, siapa juga yang dituduh tidak mampu? Proyek pembangunan ibu kota negara (IKN) sedang dikebut. Saking kejar target pemerintah mewacanakan mempekerjakan mandor asing untuk proyek istana di IKN. Hal tersebut dikonfirmasi dari CNNIndonesia.com (14/7/2023), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menganggap orang Indonesia bisa belajar ilmu dari mereka, ketika pembangunan IKN diawasi asing, apalagi proyek yang dijalankan adalah proyek hijau sebagaimana konsep IKN.

Konon katanya NKRI harga mati, tetapi mengapa pemerintah begitu mudah memasukkan mandor asing, tenaga kerja asing, bahkan gaya hidup Barat mudah masuk dan meracuni generasi hari ini. Lalu slogan NKRI harga mati itu ditempatkan di mana? Aneh, apabila ada umat Islam yang mendakwahkan Islam dan menyerukan kembali kepada Islam rahmatan lilalamin justru dicecar dengan slogan NKRI harga mati, bahkan dakwah Islam dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. Tetapi, ketika budaya asing, tenaga kerja asing, dan segala hal dari asing (Barat) diterima dengan dalih untuk perkembangan dan kemajuan. 

Apabila saksama menilik pernyataan Luhut, seolah-olah hal itu mencerminkan sikap inscure (minder) terhadap kemampuan yang dimiliki bangsanya. Bahkan, ia mengatakan, "Kita kadang-kadang ini munafik. Saya bilang pengawasan pembangunan ibu kota baru kita hire (pekerjakan) saja orang-orang bule, marah, masa kita enggak bisa? Emang enggak bisa," kata Luhut dikutip dari detikfinance, Selasa (13/6).

Lo? Siapa yang tidak mampu? Siapa yang munafik? Seharusnya pemerintah melakukan peningkatan potensi dan kemampuan pekerja yang ada di negeri ini, bukan terburu-buru mencari mandor asing terkait pembangunan istana di IKN. Oleh karenanya, siapa yang sebenarnya tidak mampu mengelola negeri ini hingga sampai bergantung kepada asing? Siapa sejatinya yang munafik? Seumpama tidak mampu mengelola, cukup mundur, tidak perlu membelah cermin atau mencari kambing hitam. 

Berbicara soal IKN sejatinya telah mengundang berbagai kontroversi, tetapi hari ini, publik diperlihatkan pemerintah yang ngotot supaya pembangunan IKN jalan terus. Terlebih pemerintah sudah berencana untuk memigrasikan ASN dari Jakarta ke bakal IKN. Lagi-lagi, publik mempertanyakan, mampukah IKN dibangun dengan berdikari, tidak bergantung pada investor asing, dan tidak dikendalikan oleh asing? Inilah PR besar semua, untuk mengawal masalah ini.

Menyorot di Balik Wacana Mempekerjakan Mandor Asing untuk Proyek Istana di IKN

Seolah-olah belum cukup seabrek jabatan yang diberikan kepada Luhut Binsar Panjaitan. Ia resmi memimpin satuan tugas percepatan perolehan tanah dan investasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Dikutip dari CNNIndonesia.com (14/7), hal itu tercantum dalam Keputusan Presiden RI nomor 14 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Percepatan Perolehan Tanah dan Investasi di Ibu Kota Nusantara. Beleid itu diteken Presiden Joko Widodo pada 13 Juni 2023 lalu.

Dari situ Luhut mengeluarkan wacana perekrutan mandor asing dalam proyek pembangunan istana di IKN. Memang ia menyampaikan, jika tidak mampu, tidak perlu munafik. Ia beranggapan, dengan mempekerjakan mandor asing, pekerja di negeri ini bisa belajar kepada mereka. Memang yang disampaikan Luhut sah-sah saja sebagai pemegang kebijakan, tetapi ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan soal pernyataan Luhut tersebut.

Pertama, pernyataan tersebut mengonfirmasi ketidakbecusan pendidikan hari ini mencetak tenaga mandor untuk pembangunan proyek di daerah Kalimantan sana. Di negeri ini banyak kampus, banyak jurusan, dan banyak bidang. Seharusnya jebolan dari situ bisa diberdayakan untuk membangun IKN, jangan sedikit-sedikit cari dan ambil mandor asing. Memang itu lebih simpel dan instan untuk mendapatkan tenaga profesional yang berkualitas, tetapi mencetak tenaga profesional sendiri yang berkualitas itu lebih penting. Karena soal pindah IKN itu bukan soal membangun bangunan yang kokoh dan megah, tetapi soal membangun peradaban. Untuk apa pindah IKN kalau semua yang membangun, investasi, bahkan ajakan tinggal warga asing?

Kedua, pernyataan tersebut menandakan ketidakmampuan pemerintah untuk pindah IKN. Apabila dalam hal pembangunan saja, bergantung pada asing, lalu untuk apa memaksakan pindah IKN? Skala prioritas pembangunan harus dipikirkan, janganlah memaksa diri untuk mengubah hutan menjadi perkotaan tetapi dalam segi kemampuan dan pendanaan masih belum kuat. Seharusnya tetap fokus perbaikan di Jakarta baik dari segi infrastruktur dan dana.

Ketiga, ancaman kedaulatan. Apabila IKN jadi pindah dengan mencari investor dan mempekerjakan mandor asing. Sejatinya kedaulatan negara terancam. IKN itu sakral dan kunci dari sebuah negara. Mengapa harus ada campur tangan asing? Seharusnya jika memang ingin pindah IKN fokus membangun IKN dengan konsep mandiri, bukan dengan mudahnya mengandalkan asing. Karena IKN dibangun untuk kemaslahatan rakyat bukan warga asing, oleh karena itu, ketika membangun IKN harus mandiri dan berdikari.

Sejatinya masalah IKN ini sudah menjadi polemik sejak awal. Ada kesan pemerintah terlalu memaksakan pindah walaupun secara kemampuan pemerintah belum mampu membangun ibu kotanya sendiri. Jika proyek ini tetap dijalankan ancaman kedaulatan dan kemandirian negara besar. Karena cengkeraman asing yang kuat dalam proyek ini, berpotensi mengobok-obok keberlangsungan IKN ke depan. Oleh karena itu, pemerintah harus matang dan berpikir jernih ketika mengambil keputusan ini, tidak bisa dengan cara berpikir kapitalis hanya sekadar cari-cari keuntungan tetapi kemaslahatan dan kemudaratan umat harus dipikirkan terkait IKN ke depan.

Dampak Mempekerjakan Pekerja Asing terhadap Politik, Ekonomi, dan Sosial

Memperkerjakan mandor asing boleh-boleh saja, tetapi dalam sistem kapitalisme sekuler adanya campur tangan asing berpotensi mendatangkan kemudaratan bagi bangsa. Ada beberapa dampak yang patut diperhatikan apabila mandor asing dipekerjakan dalam proyek pembangunan istana IKN. Pertama, dampak politik. Pembangunan istana di sebuah ibu kota adalah hal yang penting dan urgen. Seharusnya pembangunan ini dilakukan mandiri, tidak ada campur tangan asing. Karena jika ada campur tangan asing, sejatinya itu berpotensi membahayakan keamanan negara ke depannya. Kondisi politik yang mudah bergantung pada asing sejatinya merugikan bangunan peradaban sebuah negara. Karena aroma neoimperialisme dan neokolonialisme kuat, akhirnya, negara mudah disetir dan dikendalikan kapitalis asing. Loyalitas penguasa yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan kemaslahatan umat menjadi terbelokkan untuk memenuhi kepentingan asing, baik para oligarki, kapitalis, dan korporasi asing.

Kedua, dampak ekonomi. Kekuatan ekonomi salah satu indikator kekuatan sebuah negara. Proyek IKN ini lemah dan mudah dikendalikan asing, karena konsep pembiayaan mengandalkan atau mencari investor. Investor asing maupun lokal sejatinya berpotensi menguatkan aroma neokolonialisme dan neoimperialisme. Karena mereka memberikan investasinya disertai memberikan prasyarat. Persyaratan-persyaratan inilah yang berpotensi membelenggu negara, padahal IKN akan menjadi jantung peradaban sebuah negara. 

Ketiga, dampak sosial. Perekrutan mandor asing ini merendahkan kemampuan warga negaranya sendiri. Hal itu berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, karena membiarkan pekerja pribumi dipimpin asing. Padahal, jika pemerintah mau menggali, pasti ada warganya yang lebih layak untuk menjadi mandor terkait pembangunan istana di IKN. Sejatinya nuansa kecemburuan sosial terkait masuknya pekerja asing sudah menjadi polemik di dunia perburuhan. Akibat UU Omnibus Law, tenaga kerja asing menjadi lebih mudah masuk di negeri ini. Sehingga, berdampak berkurangnya peluang kerja untuk warga negaranya sendiri. Terlebih jika pembangunan IKN memberikan ruang longgar pada tenaga kerja asing, tentu ini berpotensi memicu kegaduhan. Apalagi pemerintah memiliki Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Otorita IKN. Lalu, untuk apa mereka, jika tenaga kerja asing yang diprioritaskan?

Dampak-dampak yang ada seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah. Pemerintah jangan hanya bisa mengandalkan asing, tetapi bagaimana ketika mengelola sebuah negara. Karena ancaman keamanan, kedaulatan, ekonomi, dan sebagainya berpotensi terjajah jika model pengaturan diserahkan kepada asing.

Strategi Islam dalam Melakukan Pembangunan dan Mempekerjakan Warga Asing

Dalam Islam membangun ibu kota, tata kota, infrastruktur, dan sebagainya adalah hal yang penting dan harus dipikirkan matang-matang. Hanya saja yang menjadi titik pembeda antara membangun peradaban dan sekuler adalah dari fondasinya. Dalam Islam, fondasi akidah Islam dan syariat Islam wajib dijadikan pedoman dalam pengelolaan dan pembangunan negara. Berbeda dengan peradaban sekuler kapitalisme, yang dijadikan tolok ukur adalah untung rugi, sehingga tidak memperhatikan aspek keadilan atau kezaliman terkait kebijakan yang dikeluarkan. 

Dalam membangun infrastruktur peradaban Islam ada beberapa hal yang penting menjadi pertimbangan. Pertama, dalam pembangunan dan bentuk arsitektur tidak boleh mengandung unsur hadlarah asing. Bentuk bangunan atau simbol-simbol yang digunakan harus mencerminkan Islam. Di sini umat Islam perlu memahami bentuk-bentuk khas hadlarah asing dan berhati-hati agar tidak ambigu, sehingga simbol-simbol kekufuran masuk di dalam arsitektur peradaban Islam. 

Kedua, dalam aspek ekonomi. Pembangunan infrastruktur di dalam negara Islam berasal dari baitulmal dan tidak boleh ada campur tangan asing dalam hal pendanaan pembangunan tersebut. Karena peradaban Islam mengutamakan kemandirian dalam hal ekonomi apalagi dalam membangun infrastruktur dan menutup segala celah yang berpotensi masuknya intervensi asing. Bisa jadi soal teknik pembangunan, teknik sipil, teknik arsitektur, dan masalah teknis lainnya berkaca atau mengambil referensi dari Barat. Tetapi, kendali penuh tetap ada di tangan negara Islam. Sehingga, keamanan tetap terjaga dan kedaulatan negara tetap berada di tangan Islam. 

Ketiga, dalam hal sains dan teknologi Islam terbuka dengan tsaqofah asing. Tetapi, dalam hal ideologi, hukum, syariat, Islam memiliki landasan Islam sebagai lahirnya berbagai produk-produk kebijakan dan aturan di dalam daulah Islam. Sehingga, daulah Islam mampu menempatkan sains dan teknologi pada tempatnya tanpa rancu dan ambigu dengan syariat Islam. Keempat, Islam akan berupaya penuh meningkatkan potensi sumber daya manusia guna mengelola sumber daya alam yang ada. Terkait penggunaan tenaga kerja asing, daulah Islam tidak akan gegabah memasukkan tenaga kerja asing dalam segala bentuk pembangunan peradaban yang ada di negara Islam. 

Jangankan tenaga kerja, masuknya warga asing di negara Islam dalam pengawasan penuh dan memerlukan izin yang begitu ketat. Selain itu, kewaspadaan senantiasa digalakkan karena negara Islam paham betul bagaimana ancaman kaum kafir dan munafik yang berupaya menghancurkan daulah Islam. Dalam Islam hubungan negara Islam (Khilafah Islamiah) dengan negara asing ada aturan dan perjanjian. 

Negara asing muahid (negara kafir yang memiliki perjanjian tertentu) atau negara asing kafir harbi fiklan (negara asing dalam kondisi perang dan tidak memiliki perjanjian) memiliki perlakuan yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Sehingga, potensi cengkeraman dan hegemoni asing bisa dihilangkan dan diwaspadai sejak dini. Negara khilafah Islam tidak bisa dikendalikan kepentingan asing, karena penerapan sistem dan keberlangsungan kehidupan hanya dilandaskan kepada akidah dan syariat Islam. Hanya dengan sistem Islam, kemandirian peradaban dan kesejahteraan dapat diwujudkan. [] #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute 

Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 21 Juni 2023 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.

Posting Komentar

0 Komentar