Kekayaan Meningkat Saat Menjabat: Pilihan ataukah Keniscayaan dalam Sistem Pemerintahan Demokrasi Kapitalistik?


TintaSiyasi.com --  Kekayaan yang makin meningkat pesat saat menjabat sebagai pemangku kebijakan di negeri yang bersistem demokrasi kapitalisme sepertinya bukan hal yang mengejutkan. Pasalnya, sudah banyak didapati baik itu setingkat kepala desa, kepala daerah, ataupun di tingkat paling atas sekalipun. 

Kali ini kabar yang menghiasi laman beritajatim.com (15/6/2023), harta kekayaan Bupati Bojonegoro Anna Muawanah mengalami peningkatan signifikan selama empat tahun terakhir. Saat mendaftar sebagai Calon Bupati Bojonegoro pada 11 Januari 2018, Anna Muawanah melaporkan harta kekayaannya ke KPU sebesar Rp40.648.914.242. Pada tahun 2022, ketika menjabat sebagai bupati, harta kekayaannya melonjak menjadi Rp87.089.601.679. Kenaikan harta kekayaan Anna Muawanah mencapai Rp46.440.687.437 atau naik sebesar 114,25 persen. 

Data mengenai harta kekayaan ini sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di laman elhkpn.kpk.go.id. Harta kekayaan tersebut mencakup tanah dan bangunan sebanyak 103 item dengan total nilai Rp50.664.777.000 pada tahun 2018, dan pada tahun 2022, tercatat 50 item tanah dan bangunan dengan nilai Rp85.955.958.874. 

Disebutkan pula bahwa Anna Muawanah punya karier cukup panjang di dunia politik. Tetapi sebelum dia terjun sebagai politikus, Anna Muawanah terkenal sebagai pengusaha yang sukses.
 

Kekayaan Pejabat Meningkat Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme 

Kekayaan meningkat selama menjabat di kursi pemerintahan dalam sistem demokrasi kapitalisme sekali lagi penulis katakan bukanlah hal baru. Jadi, berita ini tidaklah mengejutkan bagi siapa pun yang mendengarkan. Rakyat jelata yang biasa bergelud dengan susahnya hidup pun sudah pasti kerap mendengar berita serupa. Kesejahteraan rakyat sudahlah terwakilkan saat suara rakyat mereka panen di pesta lima tahunan. 

Mau mengingat kembali siapa saja pejabat yang kekayaannya meningkat? Dirilis Kompas.com, 13 September 2021, ada 5 menteri kekayaannya meningkat selama pandemi, yaitu: 

Pertama. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melaporkan, jumlah harta kekayaan terbarunya per 31 Desember 2020 mencapai Rp 2.428.784.082.978. Pada laporan LHKPN tahun 2019, memiliki harta sebanyak Rp 1.947.253.281.442. Dengan demikian, harta kekayaannya naik 481 miliar, atau tepatnya Rp 481.530.801.537. 

Kedua. Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Berdasarkan LHKPN 2020 di laman resmi KPK, harta kekayaannya per 30 Desember 2020 mencapai Rp 745.118.108.997. Dalam LHKPN per 31 Desember 2019, harta kekayaannya tercatat sebanyak Rp 677.440.505.710. Dengan data itu, dalam waktu satu tahun harta Luhut mengalami kenaikan sebanyak Rp 67.747.603.287. 

Ketiga. Menhan Prabowo Subianto tercatat memiliki harta kekayaan per 31 Desember 2020 mencapai Rp 2.029.339.519.335. Sebelumnya, laporan LHKPN per 31 Desember 2019 senilai Rp 2.005.956.560.835. Dengan demikian, kenaikannya sebesar Rp 23.382.958.500 selama setahun. 

Keempat. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, data LHKPN per 31 Desember 2020 yang dilaporkan kepada KPK tercatat sebanyak Rp 189.965.884.963. Sebelumnya, Plate memiliki harta kekayaan sebanyak Rp. 172.201.825.921 pada laporan LHKPN per 31 Desember 2019. Dengan demikian, jumlah kenaikan sebesar Rp 17.764.059.042. 

Kelima. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas melaporkan harta kekayaannya per 31 Desember 2020 mencapai Rp 11.158.093.639. Sebelumnya, melaporkan hartanya berjumlah Rp 936.396.000 pada LHKPN per 31 Desember 2018. Dengan demikian, jumlah kenaikannya sebanyak Rp 10.221.697.693 selama menjabat sebagai Menteri Agama. 

Bahkan, orang nomor satu di RI juga tidak ketinggalan soal kenaikan harta, dalam waktu 1 tahun naik hingga 10 miliar. Dirilis Kompas.com, 28 Maret 2023, kekayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkat menjadi Rp 82.369.583.676 atau naik sekitar Rp 10 miliar pada periode 2022 dibanding laporan kekayaan pada tahun sebelumnya. Adapun kekayaan Jokowi pada LHKPN periodik 2021 mencapai Rp 71.471.446.189 atau Rp 71,4 miliar. 

Bisa jadi, inilah mengapa alasan kursi pemerintahan dalam sistem demokrasi kapitalisme tidak pernah sepi menjadi ajang perebutan. Meskipun dalam sistem ini biaya pencalonan tidaklah murah ketika mencalonkan diri untuk duduk di kursi panas pemerintahan. 

Tak ketinggalan, CNBC Indonesia (12/4/2023), juga merilis 10 pejabat terkaya di antaranya ada menteri hingga bupati. 

Pertama. Mengutip situs e-LHKPN KPK, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memiliki total kekayaan yang dilaporkan Rp 10,99 triliun. Kekayaan Sandiaga tahun 2022 tersebut naik sekitar Rp 300 miliar dibanding hartanya pada 2021. Berdasarkan LHKPN 2021, Sandiaga memiliki harta Rp 10,61 triliun. 

Kedua. Aep Syaepuloh merupakan Wakil Bupati Karawang yang memiliki harta kekayaan yang dilaporkan Rp 400,84 miliar. Pada tahun 2021, harta kekayaannya mencapai Rp 392,97 miliar. 

Ketiga. Andrei Angouw merupakan Wali Kota Manado yang memiliki harta kekayaan pada tahun periodik 2022 mencapai Rp 287,11 miliar. Kekayaannya juga meningkat dari tahun 2021 yang sebesar Rp 275,73 miliar. 

Keempat. Hadianto Rasyid merupakan Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah yang memiliki harta kekayaan mencapai Rp 266,80 miliar pada tahun periodik 2022. Harta kekayaannya pun naik dari tahun 2021 yang sebesar Rp 266,71 miliar. 

Kelima. Mohammad Ramdhan Pomanto merupakan Wali Kota Makassar yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp 212,3 miliar berdasarkan LHKPN untuk tahun periodik 2022. Meskipun masih dalam proses verifikasi, namun kekayaannya baik dari tahun lalu yang sebesar Rp 204,5 miliar. 

Keenam. Donny Yoesgiantoro menjabat sebagai Ketua Komisi Informasi Pusat yang memiliki Rp 202,4 miliar. Donny melaporkan pada 16 November 2022 khusus awal menjabat. 

Ketujuh. Filianingsih Hendarta menjabat sebagai Deputi Gubernur, Bank Indonesia (BI). Saat ini, Ia menjabat sebagai Kepala Departemen Bank Indonesia yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp 167,5 miliar. 

Kedelapan. Jefirstson Richset Riwu Kore merupakan Wali Kota Kupang yang memiliki harta kekayaan sebesar Rp 167,4 miliar. Hartanya ini disampaikan pada 18 November 2022 sebagai awal menjabat. 

Kesembilan. Fadel Muhammad menjabat sebagai Wakil Ketua MPR memiliki harta kekayaan sebesar Rp 156,9 miliar. 

Kesepuluh. Herman Deru merupakan Gubernur Sumatera Selatan yang memiliki harta kekayaan mencapai Rp 147,8 miliar berdasarkan laporan LHKPN periodik 2022. 

Deretan pejabat dengan kekayaan fantastis berikut pula kenaikan harta kekayaan yang tak kalah fantastis pula ketika menjabat cukup membuat rakyat jelata tersenyum getir. Seakan para wakil rakyat telah berhasil mewakili kesejahteraan rakyat, di saat rakyat harus menelan kenaikan harga berbagai bahan pokok, listrik, BBM, kesehatan, pendidikan. Belum lagi dihadapkan pada persoalan PHK massal di berbagai bidang industri. 

Di sini penulis tidak mengorek lebih dalam perihal gaji dan tunjangan para pejabat. Melihat jumlah kekayaan mereka yang meningkat pesat, pastinya berapa uang rakyat yang dipakai untuk menggaji mereka pastinya tidak mengecewakan. Terlepas dari bisnis sampingan mereka sebagai pengusaha ataupun maraknya pula kasus-kasus korupsi yang menghiasi perilaku para pejabat di sistem demokrasi kapitalisme ini. Kondisi ini berbalik 180 derajat dengan nasib rakyat yang makin meningkat kemiskinannya.


'Si Kaya Makin Kaya, si Miskin Makin Miskin' Slogan Abadi dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme

Slogan 'si kaya makin kaya, si miskin makin miskin' sepertinya akan nyata menjadi slogan abadi dalam sistem demokrasi kapitalisme. Ini karena sangat mewakili antara nasib rakyat dan pejabat atau orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaan. 

Contoh saja, di tengah meningkatnya harta kekayaan Bupati Bojonegoro Anna Muawanah yang meningkat sebesar 114,25 persen, sekaligus dinobatkan sebagai bupati terkaya di Jawa Timur. Ternyata, kemiskinan di Bojonegoro ada di tingkat kesebelas se-Jawa Timur. Parahnya lagi kondisi ini di saat APBD Bojonegoro menempati tertinggi ketiga se-Indonesia. Label kota ketahanan pangan dan ketahanan energi tidak memiliki arti apa pun bagi rakyat jelata yang bermimpi sejahtera. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme ini nyata menjadi suatu keniscayaan bahwa pejabat makin kaya dan rakyat makin miskin. Nyatanya, besarnya APBD tak berkelindan dengan kesejahteraan rakyat. Tak terlalu mengejutkan juga, rakyat Indonesia sudah biasa bergelud dengan kemiskinan di saat tanah air ini dihujani gunung emas, dikelilingi lautan gas bumi, dilimpahi batu baru dan masih banyak lagi kekayaan alam yang harusnya tak habis untuk kesejahteraan anak cucu negeri yang dikenal zamrud khatulistiwa, atau dijuluki surga dunia karena keberlimpahan kekayaan alamnya. 

Berdasarkan lama fiskal.kemenkeu.go.id (16/1/2923), tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 (9,54%) tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 (9,71%). 

Begitulah berdasarkan data, ada 26,36 juta dikatakan masih bergelud di garis kemiskinan. Namun, ketika bersedia menengok nasib rakyat secara nyata seakan merata rakyat banyak yang kesulitan memenuhi pendidikan yang memadahi bagi anak-anak mereka, kesehatan yang terjamin bagi keluarga mereka. Ini karena sejahtera bukan hanya persoalan dapat memenuhi kebutuhan makan dan minum saja. 

Menurut data BPS, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2023 sebanyak 146,62 juta orang, penduduk yang bekerja sebanyak 138,63 juta orang. Sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal. Rata-rata upah buruh berpendidikan universitas sebesar 4,46 juta rupiah, sedangkan buruh berpendidikan SD ke bawah sebesar 1,90 juta rupiah. 

Pekerja di Indonesia didominasi berada di sektor informal, sedangkan kita lihat berapa banyak pedagang keliling yang perekonomiannya makin lesu. Bahkan, dengan meningkatnya berbagai kebutuhan pokok, BBM, dan lain-lain, tidak sedikit yang akhirnya mereka gulung tikar. Selanjutnya yang terbanyak didominasi bekerja sebagai tenaga operator di pabrik-pabrik (buruh) yang nasibnya tidak lepas dari ancaman PHK massal dan upah yang jauh dari cukup untuk mensejahterakan keluarga yang berada dalam tanggungan nafkahnya.


Sistem Islam Menghadirkan Pejabat yang Peduli Nasib Rakyat 

Paradigma dalam sistem demokrasi kapitalisme nampak terlihat, melalui demokrasi suara rakyat bak dituhankan, dicari di pesta lima tahunan, mengantarkan mereka yang berharap duduk di kursi panas pemangku kebijakan. Kemudian mereka memerintah dengan napas kapitalismenya, para pejabat beralih dari wakil rakyat menjadi regulator abadi antara kapitalis dan rakyat. Wajar dalam sistem ini rakyat ibarat sapi perah, menjadi objek bagi kapitalis untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Di sistem inilah terjadi perselingkuhan antara pemangku kebijakan dengan pemilik kepentingan. Rakyat selamanya menjadi korban kebijakan, nihil mendapatkan kesejahteraan. 

Berbeda sistem berbeda pula kepengurusannya. Sekitar 1.300 tahun lalu, muncul sistem baru yang berdiri di Madinah dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW, membawa aturan dari Sang Pencipta manusia untuk mengatur seluruh umat manusia, dari bangun tidur hingga bangun negara. Dialah suri tauladan terbaik bagi manusia, kemudian diikuti oleh para khalifah setelahnya bertahan hingga 13 abad lamanya. 

Dalam sistem pemerintahan yang menggunakan Islam sebagai aturan kehidupan, menjadikan Khalifah Umar bin Khattab sebagai pemimpin yang terakhir makan setelah memastikan rakyatnya kenyang, rela memanggul sekarung gandum sendiri demi memenuhi tanggung jawab rakyatnya yang dijumpai kelaparan di tendanya. 

Selain itu Umar bin Khattab juga membuat perjanjian bagi pejabat yang diangkatnya. Perjanjian yang dibuat adalah perjanjian tentang gaya hidup yang diterapkan selama menjadi pejabat. (Republika).

Pertama, untuk jabatan khalifah dan gubernur, memuat tentang larangan menunggang kuda. Ibnu Al-Atsir menjelaskan, larangan ini mungkin dikarenakan hewan kuda dapat memicu kesombongan yang dikhawatirkan akan "menyerang" Umar sendiri dan para pejabat gubernurnya. 

Kedua, dilarang menggunakan pakaian yang bagus. Ini bertujuan untuk menjaga akhlak mulia dari para pejabat tinggi dalam hal penampilan. Mengenakan pakaian yang bagus menandakan pemborosan dan pembedaan atas rakyatnya. 

Ketiga, larangan mengonsumsi tepung murni. Ini karena Umar ingin membuat para pejabat gubernur setara dengan rakyatnya dalam hal makanan dan minuman yang dikonsumsi. 

Keempat, para pejabat dilarang menutup pintu dan menghalangi rakyat yang datang di waktu kapan pun. Abu Yusuf menjelaskan, jika seorang pejabat menutup pintunya dan menghalangi kedatangan rakyat, maka rakyat tidak akan memiliki kesempatan untuk dekat dengan pemimpinnya dan pejabat tidak akan mampu memahami masalah yang dialami rakyatnya. 

Kelima, pejabat di masa kekhalifahan Umar bin Khattab juga dilarang melakukan pekerjaan lain. Pejabat adalah orang yang mengabdikan diri hanya untuk urusan pemerintahan. Tujuannya agar pejabat bisa fokus mengabdikan untuk urusan publik dan tidak teralihkan perhatiannya pada hal-hal lain, yang dapat merugikan dirinya dan rakyat. 

Dalam penerapan Islam secara kaffah ini, ada Umar bin Abdul Aziz yang rela meninggalkan seluruh kemewahan ketika diangkat menjadi seorang khalifah. Nyata di bawah kepemimpinannya, di pelosok-pelosok negeri tak ditemukan seorangpun yang bersedia menerima zakat, kesejahteraan meliputi rakyatnya. 

Dalam Islam tidak ada larangan seseorang memiliki kekayaan melimpah, tetapi ada batasan kekayaan apa yang diperbolehkan untuk dikuasai individu. Pembagian kekayaan dalam tiga kelompok, yakni kekayaan negara, kekayaan umum, dan kekayaan individu sepenuhnya diatur sesuai syariat Islam. Kesempurnaan aturan dari Sang Pencipta manusia meniscayakan kesejahteraan meliputi seluruh makhluk-Nya, membawa Rahmat bagi seluruh alam.


Penutup

Sistem demokrasi kapitalisme seakan menjadi lahan basah bagi pejabat yang ingin memperkaya diri. Banyak pejabat yang harta kekayaannya meningkat adalah nyata, bukan ilusi layaknya kesejahteraan yang diimpikan rakyat. 

Perbandingan terbalik 180 derajat antara nasib pejabat dan nasib rakyat terlihat nyata. Di saat kekayaan pejabat makin meningkat, berkelindan dengan meningkatnya kemiskinan rakyat. Inilah sistem demokrasi kapitalisme dalam mengurus rakyatnya, niscaya menjadikan rakyat jelata abadi bergelud dengan kemiskinan. 

Kesempurnaan pengaturan Islam secara kaffah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya seharusnya mampu memberi jawaban kondisi rakyat hari ini. Pada akhirnya pilihan ada pada umat, ingin selamanya bergelud dengan sistem yang terbukti menyengsarakan ataukah bangkit dari keterpurukan untuk mengembalikan pengaturan kehidupan kembali kepada aturan Pencipta manusia seutuhnya. []


#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar