Dugaan Korupsi Ekspor Ilegal Lima Juta Ton Bijih Nikel ke Cina: Inikah Imbas Bancakan Para Korporasi dan Kapitalisasi SDA?


TintaSiyasi.com -- Korupsi ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke Cina dikisar merugikan negara senilai Rp5.7 triliun. Sekalipun sudah ada yang ditetapkan menjadi tersangka, dugaan korupsi tersebut masih dalam penyelidikan. Dikutip dari Tempo.co (24 Juli 2023), Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan dua tersangka baru perkara dugaan korupsi pertambangan nikel yang melibatkan PT. Antam UPBN Kabupaten Konawe Utara (Konut) Senin 24 Juli 2023. Dua tersangka itu adalah SM, Kepala Geologi Kementerian ESDM dan EVT, evaluator RKAB di Kementerian ESDM.

Kronologi masalah tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, soal penerbitan RKAB milik PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP) sebanyak 1,5 juta metrik ton ore nikel dan beberapa metrik ton ore nikel perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Hal itu menyalahi prosedur karena sejak 2015 PT. KKP tidak lagi memiliki deposit ore nikel. Sehingga PT. KKP lalu menjual dokumen kepada PT. Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah konsesi PT. Antam melalui mekanisme kerjasama operasional (KSO), seolah nikel tersebut berasal dari PT. KKP dan beberapa perusahaan lain. 

Kedua, kekayaan negara berupa penjualan ore nikel ini tidak sepenuhnya diserahkan ke Antam sesuai perjanjian kerjasama operasional (KSO). Namun, malah mengalir pada PT. KKP, PT. Lawu Agung Mining dan pihak lain yang juga terlibat dalam cawe-cawe pengolahan nikel ilegal di Konut. Ketiga, soal para tersangka yang diduga memberikan aliran dana yang diberikan pada sejumlah pejabat juga petinggi.

Kasus korupsi di atas memperburuk wajah negara di tengah upaya hilirisasi mineral. Seolah-olah memang kejadian korupsi itu berjalan sistematis dan terstruktur. Dari pihak PT. Antam sebagai BUMN bisa-bisanya membiarkan konsensi miliknya dikerjakan PT-PT lain. Keuntungan fantastis yang seharusnya masuk kas negara dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat hanya dinikmati segelintir orang. Inilah imbas dari bancakan para korporasi menggarong sumber daya alam (SDA) negeri ini, selain itu pengelolaan SDA yang tidak mandiri dan pemberian izin kepada para korporasi berpotensi terjadinya korupsi yang lebih besar lagi. Bahkan, korupsi yang dilegitimasi oleh undang-undang.

Menyoal Dugaan Korupsi Ekspor Ilegal Bijih Nikel

Korupsi yang terjadi dalam aspek pengelolaan SDA membuktikan lemahnya pengawasan di negeri ini, apalagi korupsi terjadi hampir dua tahun dan merugikan lima triliun lebih. Eksploitasi sumber daya alam dilakukan demi segelintir orang. Kok bisa ada korupsi ekspor ilegal lima juta ton bijih nikel ke Cina? Semua memang berpotensi terjadi jika terjadi kongkalikong pemegang kebijakan dan para korporasi.

Dikutip dari Republika.co.id (24/6/2023), Kepala Kejati Sultra Patris Yusrian Jaya di Kendari menjelaskan modus yang dilakukan tersangka adalah melakukan penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan tambang bernama PT A di daerah Konawe Utara, yang hasilnya dijual ke sejumlah smelter dengan menggunakan dokumen terbang atau palsu. 

Pertanyaannya, mungkinkah kasus tersebut bisa dikawal sampai selesai? Terutama uang yang mengalir ke pemangku kebijakan apakah bisa terkuak secara transparan? Lantas, bagaimana pemerintah mengusut dan mengembalikan aset negara yang dijadikan bancakan para korporasi yang bermain dalam kasus itu? Sungguh ini adalah permasalahan yang sangat rumit. Apalagi dugaan korupsi ini sudah berlangsung lama, mungkinkah uang tersebut bisa dikembalikan ke APBN? Atau raib tak terdeteksi?

Korupsi yang terjadi di bidang energi dan sumber daya mineral berpotensi terjadi karena beberapa hal. Pertama, terjadinya kongkalikong antara pejabat dengan korporasi. Kedua, dokumen-dokumen palsu yang dibuat untuk melegalkan proses eksploitasi mereka. Ketiga, lemahnya pengawasan negara. Keempat, kapitalis atau korporasi cawe-cawe dalam pengelolaan energi dan SDM. Kelima, sistem kapitalisme yang terstruktur dan sistematis yang memberikan ruang terjadinya korupsi dan eksploitasi SDM. 

Eksploitasi energi dan mineral adalah bukti keserakahan para oligarki. Siapa sih yang tidak ngiler melihat sumber daya alam yang melimpah ruah di Indonesia? Sebagai penguasa, jika melihat semua itu seharusnya dikelola dengan baik untuk kemaslahatan umat, tetapi karena kerakusan dan keserakahan mereka, mereka ramai-ramai mengekploitasi, menggarong SDA demi kepentingan mereka. 

Wajar, jika permasalahan ini adalah lahan bisnis yang menggiurkan para oligarki. Lalu, kapan negara ini bisa maju kalau wajah penguasanya rakus dan egois seperti ini? Terlebih kerakusan mereka didukung oleh sistem kapitalisme yang sekarang diterapkan. Omong kosong hilirisasi SDA, faktanya adalah eksploitasi besar-besaran yang terjadi hari ini. Ditambah hukum lemah terhadap para koruptor. Korupsi tidak mungkin berjalan sendirian, tetapi secara terstruktur dan masif. Rasa-rasanya, mustahil kasus korupsi bisa terbongkar sampai ke akarnya, jika sistem yang diterapkan masih bernafaskan kapitalisme. 

Kasus di Konawe Utara ini masih sekelumit kasus, bisa saja masih banyak eksploitasi SDA yang masih belum terungkap dan tidak ada yang berani mengungkap karena aktornya bukan orang biasa. Oleh karenanya, masalah ini adalah masalah bersama yang harus menjadi perhatian bersama publik agar terus mengawal roda pemerintahan. Selain itu, butuh kesadaran bersama terkait bobroknya sistem ini dan sudah saatnya hijrah ke sistem Islam yang terbukti berhasil dalam mengelola umat manusia berserta sumber daya alam.

Dampak Korupsi Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap Ekonomi

Korupsi dalam bidang energi dan sumber daya mineral adalah lahan basah para oligarki. Di sinilah mereka bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya, mencaplok hak-hak publik sepuas-puasnya, dan menggarong kekayaan alam sebebas-bebasnya. Sungguh serakah dan zalim jika melihat semua ini. Namun, itulah kenyataannya. 

Praktik politik dalam demokrasi mengharuskan setiap politisi memiliki modal yang besar dalam mengikuti kontestasi politik. Hal itulah yang mendorong mereka untuk mencari sumber dana segar di berbagai lini kehidupan, salah satunya dengan cawe-cawe dalam pengelolaan kekayaan alam. Cawe-cawe pengelolaan SDA yang dilegitimasi oleh hukum ataupun secara korupsi. Inilah yang menyebabkan korupsi menjadi lingkaran setan yang menjerat para penguasa hari ini. 

Membahas dampak korupsi sumber daya alam tersebut terhadap ekonomi adalah sebagai berikut. Pertama, ketidakadilan. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk rakyat hanya dinikmati oleh oligarki. Sehingga hak-hak publik direnggut oleh oligarki. Kedua, kerugian negara yang tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab mengganti triliunan yang telah dijadikan bancakan. Hari ini kasus korupsi hanya berhenti di jeruji, bagaimana kelanjutan dana yang telah dikorupsi, siapa yang bertanggung jawab belum transparan dijelaskan ke publik. 

Ketiga, ekonomi tidak tumbuh, sekalipun tumbuh itu hanya pertumbuhan ekonomi semu. Bagaimana ekonomi bisa maju, jika yang seharusnya dikelola untuk rakyat dikorupsi untuk segelintir orang? Mereka sendiri yang menyebabkan ekonomi kacau dan terjadi penurunan produktivitas. Keempat, kemiskinan struktural. Jika hak umat tidak diberikan, wajar jika terjadi kemiskinan secara struktural dan sistematis. Jadi, orang miskin ada tidak hanya secara alami tetapi diciptakan oleh sistem kapitalisme yang diterapkan. 

Kelima, peningkatan utang negara. Jika sumber daya alam yang seharusnya dijadikan sumber dana oleh negara malah dinikmati oleh sebagian orang, maka negara akan kekurangan anggaran dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Lagi-lagi jika hal itu terjadi, pemerintah dengan mudahnya akan menambah utang negara. Padahal utang luar negeri pasti menggunakan riba dan membayar riba dilarang di dalam Islam.

Dampak nyata penerapan ekonomi kapitalisme telah menciptakan kejahatan korupsi yang sistematis dan sulit sekali diungkap. Seolah-olah pemangku kebijakan bisa kongkalikong untuk menciptakan korupsi yang kondusif dan sulit diungkapkan secara transparan. Oleh karena itu, membasmi korupsi harus dengan meninggalkan sistem yang melindunginya yaitu kapitalisme. Korupsi terstruktur hanya bisa ditanggulangi dan ditangani dengan menyingkirkan sistem kapitalisme dan menerapkan sistem Islam secara komprehensif.

Strategi Islam dalam Mengelola Energi, Sumber Daya Mineral, dan Menanggulangi Korupsi

Pengelolaan sumber daya alam ataupun sumber energi adalah bagian dari tanggung jawab negara. Negara mengelolanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Sekalipun negara menarik tarif, tujuannya adalah membantu cost biaya produksi. Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis dikatakan: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara karena termasuk bagian dari urusan publik. Urusan publik dikelola negara agar tidak terjadi pertikaian dan pengurusannya berdasarkan bagaimana hukum Islam memandang. Islam akan mampu hadir di segala problematika kehidupan, karena Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif memiliki hukum yang rinci untuk mengatur kehidupan. 

Pengelolaan energi yang berkesinambungan dengan sistem Islam kaffah akan menjadikan negara berdikari dan mampu menjamin hajat hidup umat, baik dari sektor pendidikan, kesehatan, maupun keamanan. Pengelolaan sumber daya alam sesuai Islam tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus disokong dengan penerapan sistem Islam secara totalitas di bawah naungan khilafah Islam. Hanya sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Tidak ada sistem kehidupan yang lebih baik selain Islam, karena hanya Islam yang mampu menegakkan keadilan.

Islam secara tegas telah melarang korupsi. Karena korupsi adalah salah satu upaya pengambilan hak orang lain. Dalam pemerintahan Islam terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai Negara dengan cara yang tidak syar’i, baik diperoleh dari harta milik Negara maupun harta milik masyarakat. Pejabat akan memperoleh gaji/tunjangan. Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaanya seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. (Abdul Qadim Zallum, Al amwal fi daulah Khilafah hlm. 118).

Strategi dalam menanggulangi kasus korupsi dalam Islam adalah dengan menerapkan sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan. Pertama, memiliki akidah yang kuat. Pondasi terkuat sistem pemerintahan Islam adalah akidah Islam. Kristalisasi akidah Islam adalah kunci suksesnya bangunan peradaban Islam. Karena akidah yang kuat, sebanyak apa pun godaan kenikmatan dunia yang datang tidak akan menggoyahkan imannya untuk mengambil harta haram.

Kedua, ada badan pengawas harta kekayaan pejabat. Dalam Islam semua harta kekayaan pejabat dilaporkan, apabila dia memiliki usaha juga melaporkannya. Sehingga, jika terjadi penggelembungan dana pada rekening dan dia tidak mampu membuktikan dari mana harta itu didapat, patut diduga harta tersebut diperoleh dari jalan haram. Oleh karena itu, dalam Islam, yang membuktikan, hartanya bebas dari korupsi bukan lembaga tertentu, tetapi dirinya sendiri. 

Berbeda dengan sistem kapitalis, rekening gendut pada pejabat yang harus membuktikan bukannya mereka, tapi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ini yang bikin susah. Seharusnya korupsi bisa diberantas dengan pembuktian terbalik yang dilakukan pejabat, tetapi demokrasi takut melakukan hal ini. Khawatir kebobrokan sistem ini ditelanjangi. Walhasil korupsi sudah diberantas dan marak terjadi.

Khalifah Umar bin Khatthab pernah membuat kebijakan, agar kekayaan para pejabatnya dihitung, sebelum dan setelah menjabat. Jika bertambah sangat banyak, tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya, maka beliau tidak segan-segan untuk menyitanya. Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekejakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat.

Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…lalu Rasulullah bersabda: Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang nyawaku ada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…(HR. Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).

Ketiga, penerapan sanksi dan hukuman yang tegas. Dalam sistem khilafah, hukum Islam ditegakkan seadil-adilnya. Karena dalam Islam hukuman di dunia selain berfungsi sebagai jawabir juga sebagai jawazir. Jawabir sebagai penebus dosa dan jawazir sebagai pencegah terjadinya tindakan dosa tersebut. Sehingga penerapan syariat Islam akan membawa berkah di dunia dan akhirat. Orang akan berpikir ribuan kali jika ingin melakukan pelanggaran hukum syarak. Mereka juga akan berpikir ribuan kali jika akan mengambil harta yang bukan miliknya. 

Begitulah keberkahan dan keteraturan hadir ketika sistem Islam khilafah diterapkan. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani:

الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dengan demikian pemerintahan Khilafah dalam menjalankan roda pemerintahan Islam berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. (Taqiyuddin an-Nabhani, al Syakhshiyah al Islamiyah Juz II, Beirut, Libanon: Dar al Ummah, 2003. hlm 13).

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Kasus di Konawe Utara ini masih sekelumit kasus, bisa saja masih banyak eksploitasi SDA yang masih belum terungkap dan tidak ada yang berani mengungkap karena aktornya bukan orang biasa. Oleh karenanya, masalah ini adalah masalah bersama yang harus menjadi perhatian bersama publik agar terus mengawal roda pemerintahan. Selain itu, butuh kesadaran bersama terkait bobroknya sistem ini dan sudah saatnya hijrah ke sistem Islam yang terbukti berhasil dalam mengelola umat manusia berserta sumber daya alam.

Dampak nyata penerapan ekonomi kapitalisme telah menciptakan kejahatan korupsi yang sistematis dan sulit sekali diungkap. Seolah-olah pemangku kebijakan bisa kongkalikong untuk menciptakan korupsi yang kondusif dan sulit diungkapkan secara transparan. Oleh karena itu, membasmi korupsi harus dengan meninggalkan sistem yang melindunginya yaitu kapitalisme. Korupsi terstruktur hanya bisa ditanggulangi dan ditangani dengan menyingkirkan sistem kapitalisme dan menerapkan sistem Islam secara komprehensif.

Pengelolaan sumber daya alam ataupun sumber energi adalah bagian dari tanggung jawab negara. Negara mengelolanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Sekalipun negara menarik tarif, tujuannya adalah membantu cost biaya produksi. Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing.[]


Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo

Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 25 Juli 2023 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar