Kualitas dan Kuantitas Kriminalitas Meningkat: Inikah Bukti Lemahnya Jaminan Keamanan Negara dalam Sistem Sekuler Liberal Kapitalistik?


TintaSiyasi.com -- Kriminalitas dalam KBBI diartikan sebagai berbagai perbuatan yang melanggar hukum pidana. Kita sering mendengar, melihat, membaca baik melalui media audio visual ataupun dari portal media online berbagai macam tindak kejahatan. Dewasa ini, makin berkembangnya teknologi dan tersebar luasnya informasi tak luput juga menjadikan kriminalitas makin meningkat. Bahkan, kriminalitas ini meningkat dalam segi kuantitas maupun kualitas. 

Tahun lalu disebutkan, angka kriminalitas 2022 naik 7,3 persen dari tahun 2021. Tingkat kejahatan 2022 menjadi 276.507 perkara dari sebelumnya pada 2021 sebanyak 257.743 kasus. Tidak menutup kemungkinan di tahun 2023 ini akan jauh lebih banyak lagi. Dilaporkan di beberapa daerah telah mengalami peningkatan kriminalitas. Aparat keamanan menggerakkan patroli di beberapa daerah rawan kejahatan. 

Tindak kejahatan pembunuhan yang sering terjadi akhir-akhir ini sudah pasti bukan kejahatan pertama, tetapi ironisnya seiring meningkatnya kuantitas pembunuhan meningkat pula kualitas pelaku dalam upaya penghilangan barang barang bukti maupun kesadisannya. Jika dulu sering mendengar pelaku pembunuhan menghilangkan barang bukti dengan cara membuang, mengubur, atau membakar korban, kini lebih sering pelaku melakukan mutilasi terhadap jasad korban dan disebar ke beberapa titik. 

Pada Maret lalu, Polda Yogyakarta telah menangkap pelaku pembunuhan yang diikuti mutilasi berinisial HP terhadap seorang ibu dua anak, A, di Kaliurang, Sleman. Polisi menyebut, pelaku memutilasi tubuh korban -dengan pisau hingga gergaji- menjadi 65 bagian. (BBC, 23/3/2023). Mahasiswa inisial R, korban mutilasi di Sleman ditemukan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di lima titik sejak penemuan pertama hari Rabu (12/7) kemarin. (CNN Indonesia, 16/7/2023). 

Ironisnya, pelaku kriminalitas pun makin marak dilakukan oleh para pelajar mulai dari klitih, tawuran, pembunuhan, kekerasan seksual. Semua tindakan tersebut bahkan tanpa ragu menghilangkan nyawa korban meskipun teman sendiri. Terkadang motif berbagai tindak kriminalitas tersebut terkesan sepele. 

Masih banyak lagi kriminalitas yang makin meningkat baik dalam segi kuantitas dan kualitasnya. Ada peredaran narkoba, pencurian dan perampokan, pemerkosaan, human trafficking, dll. Semuanya tetap eksis dengan modus operandi yang terus berkembang guna menghindari penangkapan seiring terciumnya kejahatan mereka. 

Ada apa dengan sistem kehidupan hari ini? Dalam sistem sekuler liberal kapitalistik yang menguasai secara global saat ini, seakan hidup begitu dekat dengan bayang-bayang rasa tidak aman.

Mengapa kualitas dan kuantitas kriminalitas meningkat dalam sistem sekuler liberal kapitalistik? Apa dampak meningkatnya kualitas dan kuantitas kriminalitas? Bagaimana strategi menciptakan rasa aman bagi masyarakat dalam kehidupan bernegara?


Lemahnya Jaminan Keamanan Negara dalam Sistem Sekuler Liberal Kapitalistik 

Kriminalitas terjadi bukan begitu saja tanpa adanya sebab pemicu, bahkan kerap terjadi pembunuhan acak hanya sekadar muncul rasa ingin membunuh saja. Inilah perwujudan manusia sadis, biadab, dan mengerikan. Kemunculan orang bengis seperti ini pun bukan secara fitrah, tetapi karena dibentuk oleh lingkungan pertumbuhannya. 

Adapun faktor eksternal penyebab kriminalitas seseorang biasanya dipicu oleh beberapa hal, di antaranya: 

Pertama, memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pelaku yang berpendidikan rendah sering spontan melakukan kejahatan tanpa sempat berpikir dua kali. 

Kedua, kemajuan teknologi menjadikan informasi mudah tersebar. Pelaku kriminal kerap menjadikan modus operandi pelaku kriminal lain sebagai ide kejahatan yang sama, bahkan terkadang dibalut lebih sempurna lagi. 

Ketiga, penjajahan budaya dan kecanggihan berbagai barang-barang elektronik, memicu pelaku kriminalitas untuk mencuri, merampok, bahkan tak segan membunuh. 

Keempat, kesenjangan sosial menimbulkan rasa iri dan dendam hingga memicu perbuatan kriminal seperti merampok, mencuri, begal, dll. 

Kelima, fanatisme. Sikap ini kerap memicu penggemar klub-klub olah raga yang tersinggung karena kekalahan, hingga terjadi tawuran, penganiayaan, bahkan pembunuhan. 

Keenam, rasisme. Ini biasanya dipicu karena rasa kedaerahan yang kental, akan mudah tersinggung egonya ketika berselisih dengan yang berbeda darinya, terjadi penganiayaan yang tak jarang memakan korban. 

Faktor eksternal saja bisa jadi tidak akan memicu kriminalitas ketika tidak didorong oleh faktor internal dari pelaku kejahatan, di antaranya: 

Pertama, rasa iri dapat memicu kriminalitas seperti pencurian, perampokan, yang bisa jadi memakan korban jiwa. 

Kedua, sifat sombong menjadikan seseorang mudah tersinggung dan dapat memicu kriminalitas seperti penganiayaan, pencurian, bahkan pembunuhan. 

Ketiga, materialistis dan rakus dapat memicu kriminalitas seperti korupsi. 

Keempat, degradasi mental memicu stres atau depresi yang suka dilampiaskan kepada orang lain. 

Kelima, lemah iman memicu pelaku berbuat kriminal apa pun tanpa memiliki rasa takut akan konsekuensi tindak kejahatannya. 

Berbagai faktor eksternal dan internal di atas telah diperparah dengan penerapan sistem kehidupan yang berasaskan sekuler yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Belum lagi gaya hidup liberal telah memicu manusia tanpa malu berbuat apa pun meskipun menabrak nilai-nilai moral, apalagi agama. Kemudian diperparah oleh kehidupan yang serba kapitalistik, memberi tekanan yang besar bagi masyarakat dengan sulitnya memperoleh materi, yang berkecukupan materi pun menjadi makin tamak tanpa rasa puas. 

Selain itu, dalam sistem sekuler liberal kapitalistik ini penegakan hukum yang lemah menjadi faktor utama makin meningkatnya kuantitas dan kualitas kriminalitas. Sistem hukum yang tidak mampu menjerakan nampak nyata memperluas cakupan tindak kejahatan. Pelaku tak takut meski harus berulang kali masuk jeruji besi. 

Belum lagi kerap dipertontonkan hukum yang tebang pilih, siapa yang berkuasa dialah yang mampu membeli hukum bukan sesuatu yang tidak dapat dilihat lagi oleh masyarakat luas. Lalu mana mungkin akan diperoleh rasa keadilan. Inilah bukti nyata lemahnya jaminan keamanan negara dalam sistem sekuler liberal kapitalistik.


Hilangnya Rasa Aman di Tengah-Tengah Masyarakat 

Rasa aman dalam kehidupan sehari-hari tentu menjadi bagian dari kebutuhan pokok bagi masyarakat, dan ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab sebuah negara. Keberadaan negara tidak lebih seharusnya hanya sebagai pengurus bagi urusan setiap rakyat, termasuk jaminan keamanan bagi setiap warga negaranya. 

Namun, seiring meningkatnya kriminalitas baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya menjadikan hidup rakyat serba was-was apabila kejahatan sedang mengintainya. Rakyat merasa terintai oleh berbagai macam modus kejahatan yang terus bermutasi, bahkan tidak terlepas dari rasa tidak aman dari kejahatan cyber sekalipun. 

Dalam kehidupan serba sekuler liberal kapitalistik ini sedikit salah menyinggung orang nyawa bisa melayang, salah klik aplikasi harta bisa terkuras habis, berselisih berujung penganiayaan. Bahkan, hidup terasa tidak aman ketika hidup berdampingan dengan orang-orang yang bermasalah secara mental, bisa jadi sasaran acak kejahatan mereka. 

Rantai kriminalitas yang seakan tiada terputus ini benar-benar membutuhkan peran negara sebagai aparatur penegak hukum yang mampu memberi keadilan dan menjerakan. Namun, sayang sekali kerap kali dalam penerapan hukum di sistem kapitalis ini sistem hukum tak bergigi apalagi bernyali. Nampak nyata dengan kriminalitas yang makin meningkat kuantitas dan kualitasnya. Alhasil, rakyat makin jauh dari rasa aman dan hidup dalam bayang-bayang kriminalitas.


Islam Mampu Menciptakan Rasa Aman bagi Masyarakat dalam Kehidupan Bernegara 

Keamanan yang menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat tentu menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Bahkan, negara sebagai riayatul syu'unil ummah (pengurus urusan umat) bukan hanya wajib memberi jaminan keamanan bagi rakyatnya, tetapi juga memenuhi dan mempermudah rakyat untuk memperoleh semua kebutuhan pokok dan kebutuhan publiknya. 

Negara yang berperan penuh ini juga harus ditunjang dengan para pemimpin yang memiliki bertanggung jawab penuh pula dengan meyakini bahwa tanggung jawabnya merupakan amanah yang harus ditunaikan, yang tentunya kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir. 

Negara ini juga tidak akan mampu berjalan dengan baik dengan hanya memiliki pemimpin yang baik, dibutuhkan sistem yang benar dalam mengurusi setiap urusan rakyat. Pemenuhan tanggung jawab negara tidak bisa hanya bersifat parsial, namun harus komprehensif karena sistem kehidupan dalam masyarakat saling berketerikatan. 

Kejahatan sosial dipicu oleh sistem sosial yang buruk, begitu pula kejahatan lain bisa dipicu oleh buruknya penerapan sistem ekonomi. Buruknya sistem politik luar negeri bisa menyebabkan intervensi negara hingga sistem keamanan tidak terwujud sempurna. Penjagaan akidah umat yang tidak terlaksana memicu munculkan orang-orang yang memiliki dekadensi moral, hingga menyebabkan meningkatnya kriminalitas. 

Kita dapat melihat dengan jelas dalam peradaban sekuler liberal kapitalisme saat ini, di setiap jengkal bumi ini berbagai macam kriminalitas telah menyebar luas. Di dalam sistem kehidupan hari ini setiap detik di dunia terjadi kriminalitas. Rasa aman itu bukan hanya tidak bisa diwujudkan di negeri tercinta kita saja, tapi dia seluruh belahan dunia. Di Indonesia saja berdasarkan angka kejahatan 2022 setiap satu jam terjadi 31,6 kriminalitas. 

Oleh karena itu, solusi meningkatnya kriminalitas ini harus diselesaikan dari akar masalahnya. Sistem buatan manusia akan memiliki banyak celah hingga menciptakan kerusakan seperti saat ini. Berbeda dengan sistem sahih dari Pencipta manusia tentu dapat menjadi pengatur sempurna bagi kehidupan manusia. 

Keamanan dan stabilitas dalam negeri suatu negara memainkan peran yang sangat penting. Maka untuk memberi jaminan ini negara harus menghilangkan faktor-faktor pemicunya, baik internal maupun eksternal dan terlebih keberadaan saksi hukum yang tegas dan menjerakan. 

Kejahatan yang muncul karena dorongan ekonomi akan ditekan bahkan dihilangkan ketika negara berperan dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, dan mempermudah kebutuhan publiknya. Penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah mampu menyelesaikannya. Tidak akan dibiarkan kekayaan berputar hanya di sekitar orang kaya saja, pun tidak ada keserakahan kapitalis yang boleh menguasai harta kekayaan publik. 

Kejahatan sosial tidak akan terpicu ketika negara menerapkan sistem sosial Islam, baik dari segi penjagaan pergaulan, tontonan merusak dibabat habis, negara menjadi filter masuknya budaya dan tsaqofah asing yang merusak akidah umat. 

Sistem pendidikan yang murah bahkan gratis dwngan fasilitas yang mumpuni bagi seluruh rakyat tanpa pandang bulu. Sehingga dari sistem ini dapat menciptakan insan-insan yang bersyakhsiyah islamiyah, terjaga akidahnya. Sehingga minim terjadi dekadensi moral di tengah masyarakat. 

Setelah penjaga negara telah diberikan di seluruh lini kehidupan, tetapi masih terjadi kriminalitas maka negara akan menindak dengan sanksi yang tegas dan menjerakan, sesuai dengan petunjuk syariat Islam bukan dorongan hawa nafsu apalagi kepentingan individu atau golongan. 

Menurut catatan Universitas Malaya, Malaysia, sepanjang Khilafah Bani Utsmaniyah (1294-1924) hanya terjadi 200 kasus kejahatan yang diajukan ke pengadilan. 

Di masa Rasulullah ketika ada seorang wanita mencuri dan akan dijatuhi hukuman potong tangan. Usamah meminta kepada Rasulullah untuk mengurangi hukumannya. Namun Rasulullah tak mengindahkannya meskipun yang memohon adalah sahabatnya. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong sendiri tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Ketika Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah pun, perkara baju besi Ali yang hilang justru dimenangkan oleh orang Yahudi karena Ali tak memiliki saksi yang melihat bajunya dicuri. Sehingga hakim memutuskan orang Yahudi tersebut tak bersalah. Kemudian orang Yahudi pun masuk Islam. 

Inilah sistem Islam ketika diterapkan dalam bingkai khilafah. Sistem yang berasal dari Zat yang Mahaadil akan mampu memberikan keadilan bagi umat manusia. Jaminan keamanan pun mampu diberikan dengan kesempurnaan Penciptanya.


Penutup 

Berbagai macam faktor eksternal dipadu dengan faktor internal pelaku, serta diperparah dengan lemahnya jaminan keamanan yang diberikan oleh negara telah menjadi penyebab meningkatnya kuantitas dan kualitas kriminalitas. 

Kuantitas dan kualitas kriminalitas yang meningkat menyebabkan masyarakat hidup dengan kehilangan rasa aman dan dibayangi rasa was-was akan terjadinya kriminalitas di sekitar yang kemungkinan dapat menimpa mereka. 

Jaminan keamanan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya, nampak kegagalan sistem sekuler liberal kapitalistik dalam memenuhinya. Sistem Islam mampu maju menjadi solusi dengan menghilangkan berbagai faktor eksternal dan internal serta sanksi tegas yang mampu menjerakan. Islam dengan seperangkat aturannya secara kaffah harus diterapkan di setiap lini kehidupan agar terwujud jaminan keamanan yang didambakan. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
DosOl Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar