Kurikulum Merdeka Adalah Konsekuensi WTO karena Mengubah Pendidikan Menjadi Komoditas Ekonomi

TintaSiyasi.com -- Kurikulum merdeka yang diklaim akan memberikan kebahagiaan bagi pelajar dibantah Ustazah Ir. Reta Fajriah sebagai konsekuensi dari World Trade Organization (WTO) karena mengubah pendidikan menjadi komoditas ekonomi.

"Ini merupakan konsekuensi dari masuknya Indonesia ke dalam WTO tahun 1995 karena pada saat itu ada sebelas bidang jasa yang sebelumnya itu berubah jadi komoditas ekonomi termasuk pendidikan, sehingga menjadi wajar jika produk dari pendidikan itu diukur sebagaimana komoditas, maka dia akan dianggap berhasil jika sesuai dengan permintaan pasar," beber Pemerhati Keluarga dan Generasi itu dalam Kuntum Khoiru Ummah, Kurikulum Merdeka, Mencetak Pelajar Bertakwa atau Sebatas Tenaga Kerja? Selasa (4-06-2023), di YouTube MMC.

Ia mengajak untuk melihat dulu ukuran baik dan buruknya kurikulum merdeka dari sisi apa? Apakah dilihat dari sisi kebahagiaannya itu atau dari sisi yang lain? Ustazah menjabarkan, sebenarnya baik buruknya kurikulum itu bisa dilihat dari tiga aspek, pertama, paradigma yang mendasari munculnya kurikulum tersebut. Kedua, terkait dengan target. Ketiga, dengan landasan. 

"Pertama, dari sisi paradigma kekinian kurikulum merdeka adalah bagaimana mempersiapkan generasi yang siap mengikuti perkembangan teknologi dan bersaing di era global untuk menghadapi tantangan global dalam era industri 5.0, seperti mempersiapkan tenaga kerja," urainya. 

Kemudian ia melanjutkan, kedua, dari sisi target mempersiapkan generasi untuk memenuhi kebutuhan di era global yang kaitannya dengan kebutuhan tenaga kerja. Ketiga, dari sisi landasannya, kalau kita kaitkan dengan tujuan pendidikan nasional sebenarnya tidak ada relevansinya. 

"Kalau dalam tujuan pendidikan nasional itu tertulis membentuk anak didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia, tetapi kalau dilihat implementasinya kurikulum ini tidak nyambung dengan tujuan pendidikan tersebut," tuturnya. 

Karena menurutnya porsi pelajaran agama juga sangat minim dan fokusnya juga untuk menyiapkan generasi yang siap bersaing menjadi tenaga kerja di era global, jadi bisa dikatakan sesungguhnya landasannya itu sekuler. "Kemudian terkait esensi dari kurikulum merdeka, subtansinya adalah merdeka dalam berpikir dan berekspresi. Inti dari kurikulum merdeka adalah belajar bisa dilihat dari tiga aspek," jelasnya. 

Menurutnya, ketiga aspek itu, pertama, aspek murid. Dilihat dari aspek murid, dia akan diberikan asesmen untuk menentukan kemampuan dasar yaitu terkait dengan literasi dan numerasi. "Jadi, pembelajaran itu berjalan disesuaikan dengan kemampuan belajar murid bukan karena kelompok umur dan kelas," tandasnya. 

Ia menerangkan, di sekolah dasar seperti kelas 1 dan 2 bisa memiliki kemampuan dasar yang sama begitu pula dengan kelas 3 dan 4, atau kelas 5 dan 6. Jadi, katanya, bagaimana guru bisa menyajikan pelajaran dengan kemampuan yang berbeda-beda terhadap murid ini tetapi dalam satu tema. 

"Kedua, aspek guru, gurunya harus berinovasi atau kreatif. Nah, di sinilah makna guru juga bebas berekpresi dengan mengembangkan bahan ajar tadi sesuai dengan kemampuan guru. Ketiga, dari segi proyek dalam hal aspek pengembangan karakter dari para pelajar berupa karakter pelajar Pancasila dan skill hidup," paparnya. 

Kurikulum 

"Kalau dalam pandangan Islam, berbicara kurikulum berarti berkaitan dengan mendidik seseorang, bagaimana pandangan kita terhadap seseorang itu juga harus sesuai dengan penciptaan dari Allah SWT," ungkapnya. 

Kemudian ia melanjutkan, target dalam pendidikan itu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia. Jadi tujuan pendidikan dalam Islam itu, bagaimana agar manusia itu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT atau menjadi seseorang yang memiliki kepribadian Islam kemudian juga bagaimana kurikulum itu didesain untuk tujuan itu. 

"Bagaimana membentuk pola pikir dan pola sikap seseorang agar sesuai dengan Islam. Begitu pula tujuan dalam pembelajaran dari tingkat dasar sampai menengah itu fokusnya dalam pembentukan karakter yang berkepribadian Islam," terangnya 

Jadi, menurutnya, anak didik itu dibekali dulu agar dia memiliki sikap hidup yang benar sebagai hamba Allah dan memiliki kepribadian Islam. "Tidak akan diberikan macam-macam ilmu sebelum bentukan dasarnya itu ada sehingga dengan bentukan dasarnya ini otomatis bisa menjadi filter bagi ilmu-ilmu yang bertentangan dengan Islam sehingga ada jaminan kalau lulusannya itu akan menjadi hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT," tutupnya.[] Emmy

Posting Komentar

0 Komentar