Pemuda Terjun ke Politik, Apakah Ini Perjuangan yang Hakiki?

TintaSiyasi.com -- Jelang Pemilu 2024, Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengajak agar para pemuda khususnya Gen Z untuk terlibat aktif dalam perpolitikan. Sebagaimana yang diberitakan news.detik.com (11/7/2023) menurut Puan, Taruna Merah Putih (TMP) sebagai organisasi pemuda PDIP bisa menjadi sarana yang tepat untuk pemuda belajar, menempa diri agar bisa terjun ke dunia politik sekaligus untuk menggalang dukungan dalam menghadapi pemilu yang sebentar lagi akan dilaksanakan. 

Pemuda yang notabene adalah penerus estafet perjuangan memang semestinya terlibat dalam perpolitikan. Agen perubahan patut disematkan untuk pemuda. Pemuda punya energi dan potensi besar yang sangat dibutuhkan oleh negeri ini.  pergerakan pemuda saat ini untuk turut mengambil peran dalam perubahan semakin terlihat. 

Melihat kondisi negeri yang carut-marut mulai dari masalah ekonomi, sosial, kasus korupsi, kebijakan yang ugal-ugalan dan lain sebagainya membuat negeri ini sudah sangat jauh dari kata ideal. Tak ayal, berangkat dari rasa kegelisahan itu, membuat para pemuda tertarik untuk terjun ke politik. Sebenarnya, pemuda terlibat aktif dalam politik adalah sebuah keharusan. Namun, penting juga memahami makna politik dengan benar yakni politik Islam yang mengurusi urusan umat. 

Menjadi politisi berarti menceburkan diri ke tengah umat. Mengurusi segala urusan keumatan, menyayangi umat sebagaimana menyangangi dirinya sendiri, melindungi dari berbagai hal seperti pemikiran yang merusak dan mendakwahkan. Maka, peran pemuda sangat dibutuhkan untuk melakukan itu semua.

Jika berkaca kepada sejarah, begitu banyak kisah takjub terkait peran pemuda dalam berpolitik. Contoh teladan sempurna, baginda Rasulullah Saw rasanya cukup sebagai pelecut generasi agar menjadi politisi sejati. Tinta emas sejarah mencatat, beliau bukan hanya seorang nabi dan rasul, namun juga seorang pemimpin negara. Pemimpin negara Islam pertama didunia yakni Madinah. Beliau membangun negara berlandaskan Islam dan menjadikan syariat sebagai tolak ukur dalam menetapkan setiap kebijakan. Kemudian masih banyak lagi kisah yang menakjubkan lainnya mengikuti jejak sang nabi sebagai politisi. Seperti kisah Mushab bin umair, pemuda yang menjadi duta Islam pertama didunia. Muhammad Alfatih seorang pemuda yang menaklukan kota konstantinopel dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, sebagai pemuda muslim 
sudah sepatutnya kita menaruh minat dan fokus pada politik. Tentunya politik yang mengajarkan tentang bagaimana mengurusi urusan umat dengan syariat. Aturan yang dihasilkan pun jelas bersumber dari sang pencipta yang tidak punya kepentingan apapun kepada manusia, kecuali hanya ingin kemaslahatan yang bisa dirasakan oleh seluruh umat. Inilah sistem yang terbaik yang patut untuk diperjuangkan. 

Maka sudah saatnya, pemuda berjuang ke arah perjuangan yang hakiki. Caranya yaitu mulai mempelajari dan memahami politik Islam. Pun sebenarnya, tidak ada pilihan lain, jika kita ingin perubahan yang hakiki maka jadilah politisi Islam dengan mengerahkan segala daya dan upaya. Walhasil, sistem kehidupan yang ideal terwujud untuk menerapkan aturan Islam secara Integral.

Sementara itu, jika pemuda berjuang dalam sistem yang tidak berlandaskan asas yang benar sejatinya malah melanggengkan aturan atau kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada rakyat. Walhasil, sia-sia saja karena sistem lain yakni selain sistem Islam menganut perspektif bahwa politik hanya tentang kekuasaan. Sistem yang lahir dari rahim sekularisme yang telah mengambil hak Sang Pencipta untuk membuat aturan dan menyerahkannya kepada manusia yang lemah dan terbatas akalnya. Jadi tidak mengherankan, ketika semua urusan diserahkan kepada manusia maka timbul kerusakan dan kemudaratan diberbagai lini kehidupan. 

Padahal jika melihat persoalan pelik yang dihadapi negeri ini butuh solusi yang fundamental. Karenanya, meski dari segi kuantitas berbondong-bondong pemuda terjun ke politik dalam sistem sekarang, maka tidak akan mampu menyelesaikan problematika negeri ini. Amat disayangkan, energi dan potensi yang besar akhirnya tidak membawa ke perubahan yang diinginkan.

Oleh: Tenira Sawitri, S.Sos.
Analis Mutiara Umat Institute

Posting Komentar

0 Komentar