Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat: Presiden Mengundurkan Diri atau Dimakzulkan?


TintaSiyasi.com -- Hari ini, tanggal 20 Juli 2023 di Jakarta, baru saja digelar Siaran Pers berupa "Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat" dengan judul: "Makzulkan Presiden Jokowi Segera!". Sebanyak 100 tokoh Nasional dan Daerah terdiri dari Ulama, Cendekiawan, Purnawirawan, Emak-emak dan Aktivis Penegak Daulat Rakyat menyampaikan Petisi 100 di Gedung MPR RI tanggal 20 Juli 2023. Anggota MPR yang menerima, berjanji akan meneruskan aspirasi tersebut kepada Pimpinan MPR maupun DPR.

Petisi 100 ini berisi dua tuntutan utama, yaitu:

Pertama, mendesak DPR dan MPR agar menjalankan wewenangnya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 untuk segera memproses pemakzulan Presiden Jokowi, sesuai mekanisme yang berlaku.

Kedua, mengajak seluruh elemen bangsa untuk secara konstitusional berjuang memulihkan kembali asas kedaulatan rakyat yang telah terampas oleh sekelompok elit yang bernama oligarki.

Atas alasan tertentu, untuk memberhentikan presiden dalam masa jabatannya, selain pemakzulan Presiden yang secara legal dijamin oleh konstitusi, ada cara lain untuk mengakhiri kekuasaan rezim pemerintahan tertentu, yaitu dengan mekanisme pengunduran diri sebagai Presiden dan wakil Presiden. Mengundurkan diri dari jabatan dapat ditempuh oleh Presiden sebagai cara paling elegan untuk menunjukan sikap bertanggungjawab, namun sangat jarang ada yang mau melakukan. Ketika seorang Presiden atau Pejabat Politik lainnya merasakan bahwa bebannya terlalu berat dibanding kemampuannya memikul beban tanggungjawab itu maka ia dapat secara elegan menyatakan mundur. 

Proses pengunduran diri ini juga dilindungi secara konstitusional, berdasarkan Tap MPR RI No. VI/MPR-RI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam Tap MPR ini, diatur pokok-pokok Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam bagian etika politik dan pemerintahan, disebutkan bahwa:

"Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat."

"Etika ini diwujudkan dalam sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif, dan tindakan tidak terpuji lainnya." 

Pilih mana, pemakzulan ataukah pengunduran diri ketika Presiden atau Pejabat Politik lainnya merasa tidak mampu menjalankan tugasnya karena terbukti tidak amanah dan tidak lagi dipercaya (distrust) oleh rakyatnya? Keduanya sama-sama konstitusional, namun yang terpenting adalah terpenuhi syarat-syarat bukan hanya yang bersifat legal tetapi juga moral sehingga jauh dari kesan perbuatan makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden atau pejabat politik lainnya. Namun, sebagaimana diketahui bahwa memang dimungkinkan upaya pemakzulan, tetapi 3 tahap prosesnya ( tahap 1: proses politik di DPR, tahap 2: proses hukum di MK dan tahap 3: proses politik di MPR), maka dengan kondisi hegemoni kekuatan eksekutif atas legalislatif dan yudikatif, upaya pemakzulan Presiden bagaikan memasukkan unta ke lubang jarum.

Tabik...!!! []

Semarang, Kamis: 20 Juli 2023


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat 

Posting Komentar

0 Komentar