RUU Kesehatan Disahkan: Inikah Pintu Gerbang Industrialisasi Kesehatan?


TintaSiyasi.com -- Sah! DPR telah mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan, Selasa, 11 Juli 2023. Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023. Tentu ini jadi kabar buruk bagi dunia kesehatan. Padahal, penolakan demi penolakan dari berbagai pihak sudah dilakukan, tetapi pemerintah tidak mengindahkannya. Terutama dari kelima OP, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

RUU Kesehatan ini dinilai tergesa-gesa. Selain itu, permasalahan sejumlah hal seperti mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup. Hal ini menjadi pertanyaan besar, apakah UU Kesehatan ini berpotensi menjadi pintu gerbang industrialisasi kesehatan? Atau UU Kesehatan menjadi disahkan demi memuluskan pesanan kapitalis global? Inilah yang menjadi pertanyaan besar hari ini.

Menyalisik di Balik Pengesahan UU Kesehatan

Pengesahan UU Kesehatan seolah-olah tidak bisa ditunda, mendesak, dan tergesa-gesa karena RUU tersebut adalah konsekuensi dari GATS dari WTO. GATS memaksa negara yang tergabung dalam WTO untuk meliberalisasi dan melakukan kapitalisasi sektor jasa, contohnya kesehatan. Sehingga, tanggung jawab negara menjamin kesehatan diserahkan ke pasar. Betapa jahat jika ini terjadi, karena negara hanya ada sebagai regulator pemulus kepentingan asing dalam mencengkram sebuah negara. Padahal, berbicara soal kesehatan adalah pembahasan soal hidup dan mati seseorang. 

Makin ke sini spirit pelayanan kesehatan telah dikomersilkan dan masuk ke pasar bebas layaknya barang dagangan yang diperjualbelikan. Penyelamatan nyawa manusia tidak bergantung karena dorongan hidup dan mati seseorang, tetapi berdasarkan kemampuan orang tersebut membiayai kesehatan dirinya sendiri. UU Kesehatan seolah memuluskan perjalanan pelayanan kesehatan hari ini masuk ke industrialisasi kesehatan. 

Liberalisasi kesehatan maupun pendidikan adalah bukti nyata Barat (asing) ingin sumber daya manusia yang ada di negeri ini makin liberal mengikuti kemauan global. Ketika sumber daya alam diliberalisasi dan sumber daya manusia juga, maka akan mudah bangsa itu dieksploitasi asing demi memenuhi keserakahan kapitalis global.

Dampak Pengesahan UU Kesehatan terhadap Politik Ekonomi

Kesehatan, pendidikan, dan keamanan adalah jaminan yang wajib diberikan negara terhadap rakyatnya. Namun, UU Kesehatan ini menjadi pintu masuk industrialisasi dan liberalisasi kesehatan. Karena spirit pelayanan kesehatan berdasarkan untung rugi, diserahkan ke pasar, dan rakyat dibiarkan bertarung sendiri untuk mempertahankan nyawanya. Padahal, negara seharusnya menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma dan tidak boleh diserahkan kepada kapitalis. 

Konsekuensi dari GATS adalah menghilangkan subsidi dan jaminan sosial dalam dunia kesehatan maupun pendidikan. Wajar saja jika RUU Kesehatan ini menjadi karpet merah para kapitalis untuk mengendalikan kesehatan dan bisa menjadikan kesehatan sebagai ladang bisnis internasional. Risiko tergabung dalam WTO ya seperti ini, tidak ada subsidi dalam bentuk apa pun terhadap rakyat. Pastinya, liberalisasi kesehatan ini akan beriring-iringan dengan industrialisasi bidang farmasi yang makin masif. 

Dalam aspek ekonomi, kesehatan sulit diakses kecuali bagi mereka yang memiliki uang. Hidup makin sulit, beban hidup makin mahal, dan terjadinya kemunduran peradaban, karena mau sehat susah, mau pintar juga mahal. Ketika ekonomi sulit, angka kriminalitas akan meningkat tajam. Kriminalitas akan marak di berbagai lini karena hidup makin sulit dan cara-cara haram seperti mencuri, menipu, judi, dan sebagainya akan marak terjadi.

Strategi Islam dalam Mengatur Kesehatan yang Berkualitas dan Terjangkau

Tidak dimungkiri kesehatan berkualitas itu butuh dukungan ekonomi yang kuat. Tetapi, bagaimana bisa menciptakan ketahanan ekonomi yang kuat jika menerapkan sistem ekonomi kapitalisme? Tentu akan sulit dan tidak mungkin. Oleh karena itu, wajar jika dalam ekonomi kapitalisme, sektor publik akan diliberalisasi besar-besaran demi melepas tanggung jawab negara dalam pengelolaan hal itu. 

Hal tersebut terlihat dari kapitalisasi dan liberalisasi sumber daya alam, pendidikan, dan kesehatan. Hal itulah yang menjadi perbedaan dengan sistem Islam. Dalam Islam negara wajib mengurus rakyatnya sebaik mungkin. Kepengurusan terhadap rakyat, tidak dibiarkan umat Islam berjalan sendiri tanpa pedoman. Tetapi, Islam menciptakan sistem kehidupan yang komprehensif yang dapat mencetak generasi unggul dan didukung oleh sistem ekonomi tahan krisis.

Dalam menyelenggarakan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh rakyatnya, sistem Islam memiliki catatan sebagai berikut. Pertama, kesehatan harus ditopang oleh sistem ekonomi Islam. Dalam Islam tidak boleh meliberalisasi sumber daya alam. Adanya kekayaan alam yang melimpah dikelola dan digunakan untuk membangun infrastruktur kesehatan dan melengkapi fasilitas kesehatan. Negara Islam yang memiliki baitulmal dan penataan yang mustanir dalam mengelola ekonomi diharapkan mampu menopang kesehatan untuk warganya tanpa adanya diskriminasi pelayanan. 

Kedua, mencetak dokter ataupun tenaga medis yang unggul. Mereka sekolah keluar negeri tidak mengapa, tetapi yang menjadi tenaga medis di negara Islam (Khilafah) adalah warga negara itu sendiri. Sekalipun ada tenaga medis asing, itu dalam kondisi terpaksa karena tidak ada satu pun warga negara yang mampu mengimbangi kemampuan tenaga medis asing tersebut. Sekalipun demikian, negara Islam bisa mengundang tenaga medis asing untuk melatih tenaga medis dalam negeri. Tetapi, hal itu terjadi jika tidak ada jalan lain selain itu. Jika tenaga medis dalam negeri sudah piawai tidak perlu bergantung pada tenaga asing dan prioritas negara adalah mencetak tenaga medis yang cerdas dan terampil.

Ketiga, ditegakkan hukum Islam secara menyeluruh. Sanksi dan hukuman dalam Islam harus ditegakkan untuk meminimalisir kejahatan atau kriminalitas yang berpotensi terjadi di dunia kesehatan maupun aspek kehidupan lain. Seperti ekonomi, pendidikan, sosial, dan sebagainya. Kesinambungan Islam dalam mengatur kehidupan ini akan mencetak generasi unggul yang bisa menelurkan perkembangan kesehatan yang makin masif.

Pendidikan, kesehatan, yang ditopang ekonomi akan memasifkan banyak penelitian, sehingga perkembangan teknologi dan sains maju pesat. Hal itulah yang sejatinya pernah terjadi, ketika Khilafah Islamiah zaman dahulu menjadi pusat peradaban dan rujukan kemajuan teknologi. Justru kaum Barat yang belajar ke negara Khilafah Islamiah. Bahkan, ada dari mereka berkunjung ke negara Khilafah Islamiah hanya sekadar ingin mencicipi fasilitas kesehatan dan pendidikan yang ada di negara khilafah. Itulah keagungan ketika Islam ditegakkan secara totalitas, umat Islam disegani dan ditakuti lawan. Tidak ada yang berani berbuat zalim, kecuali mereka yang ingin menikmati indahnya penegakan hukum Islam.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo 

Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 12 Juli 2023 dii bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.

Posting Komentar

0 Komentar