Allah Maha Pemberi Rezeki, Ar-Razzaq


TintaSiyasi.comSobat. Apabila kau melihat orang yang ragu atau risau karena rezeki, ketahuilah bahwa ia jauh dari Allah. Ragu terhadap rezeki termasuk hal yang tersembunyi dalam jiwa meskipun secara lahiriah kau memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Buktinya, manusia lebih memperhatikan urusan hidup dibanding urusan agama. Ia begitu semangat mencari sesuatu yang telah Allah jamin, tetapi malas mengerjakan urusan yang semestinya membutuhkan tekad dan semangat. Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلۡقُوَّةِ ٱلۡمَتِينُ  

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 58).

Sobat. Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Dia tidak akan minta bantuan mereka untuk sesuatu kemanfaatan atau kemudaratan dan tidak pula menghendaki rezeki dan memberikan makan seperti apa yang dikerjakan oleh para majikan terhadap buruhnya, karena Allah tidak perlu kepada mereka, bahkan merekalah yang memerlukan-Nya dalam segala urusan mereka, Allah adalah pencipta mereka dan pemberi rezeki mereka. Dialah yang mempunyai kekuasaan, kemampuan dan kekuatan yang tak terhingga. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. 

Abu Hurairah meriwayatkan dan berkata: 
Rasulullah bersabda: "Allah berfirman: "Wahai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadat kepada-Ku niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Ku-tutupi kefakiranmu, dan jika engkau tidak berbuat (menyediakan waktu untuk beribadat kepadaKu) niscaya akan Ku-penuhi dadamu dengan kesibukan (keruwetan) dan tak akan Ku-tutupi keperluanmu (kefakiran)." (Riwayat Ahmad dari Abu Hurairah)

Bukankah Allah juga telah berfirman:

۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ  

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud [11]: 6)

Sobat. Binatang-binatang yang melata, yang hidup di bumi yang meliputi binatang yang merayap, merangkak, atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya, semuanya dijamin rezekinya oleh Allah. Binatang-binatang itu diberi naluri dan kemampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan fitrah kejadiannya, semuanya diatur Allah dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada keserasian. Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada binatang yang berkembang-biak terlalu cepat, sehingga mengancam kelangsungan hidup binatang-binatang yang lain, atau ada yang mati terlalu banyak, sehingga mengganggu keseimbangan lingkungan. Jika ada sebagian binatang memangsa binatang lainnya, hal itu adalah dalam rangka keseimbangan alam, sehingga kehidupan yang harmonis selalu dapat dipertahankan.

Sobat. Allah mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dan tempat persembunyiannya, bahkan ketika masih berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu, Allah senantiasa menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya di Lauh Mahfudh, yang berisi semua perencanaan dan pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.

Sobat. Allah sebenarnya telah mengistirahatkan manusia dalam urusan rezeki dan membebani mereka untuk beribadah. Namun kenyataannya, mereka justru mempersulit diri dan bersusah payah mengais rezeki, tetapi bersikap santai dan abai dalam urusan ibadah.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًاۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha [20] 132)

Sobat. Ayat ini menjelaskan amanat berikutnya yang tidak kurang pentingnya dari perintah sebelumnya ialah perintah Allah kepada Nabi saw menyuruh untuk keluarganya mengerjakan shalat dan sabar dalam melaksanakan salat dengan menjaga waktu dan kesinambungannya. Perintah itu diiringi dengan perintah yang kedua yaitu dengan peringatan bahwa Allah tidak minta rezeki kepada Nabi, sebaliknya Allah yang akan memberi rezeki kepadanya, sehingga Nabi tidak perlu memikirkan soal rezeki keluarganya. Oleh sebab itu, keluarganya agar jangan terpengaruh atau menjadi silau matanya melihat kekayaan dan kenikmatan yang dimiliki oleh istri-istri orang kafir itu. 

Demikianlah amanat Allah kepada Rasul-Nya sebagai bekal untuk menghadapi perjuangan berat, yang patut menjadi contoh teladan bagi setiap pejuang yang ingin menegakkan kebenaran di muka bumi. Mereka harus lebih dahulu menjalin hubungan yang erat dengan Khaliknya yaitu dengan tetap mengerjakan salat dan memperkukuh batinnya dengan sifat tabah dan sabar. Di samping itu haruslah seisi rumah tangganya mempunyai sifat seperti yang dimilikinya. Dengan demikian, ia akan tabah berjuang tidak diombangambingkan oleh perhiasan kehidupan dunia seperti kekayaan, pangkat dan kedudukan. 

Amanat-amanat inilah yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya sehingga mereka benar-benar sukses dalam perjuangan mereka sehingga dalam masa kurang lebih 23 tahun saja Islam telah berkembang dengan pesatnya di seluruh jazirah Arab dan jadilah kalimat Allah kalimat yang paling tinggi dan mulia.

Jika Rasul dan keluarganya menghadapi berbagai kesulitan, beliau mengajak keluarganya untuk salat, sebagaimana diriwayatkan dari sabit, ia berkata: Apabila keluarga Nabi ditimpa kesusahan, beliau memerintahkan mereka, "Ayo shalatlah, shalatlah," Sabit berkata, "Para nabi jika tertimpa kesusahan mereka segera menunaikan sholat." (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Sobat. Banyak manusia berleha-leha dalam urusan yang seharusnya mereka bersemangat dan penuh perhatian. Sebaliknya, mereka justru bersemangat, tekun, dan penuh perhatian terhadap urusan rezeki yang sebenarnya berada dekat dengan jari-jari tangan mereka. Perlakuan terhadap Allah semacam ini menjadi bukti betapa mata hati kebanyakan manusia telah padam dan kotor.

Ibnu Athailah menegaskan, “Kesungguhanmu meraih apa yang telah dijamin untukmu dan kelalaianmu mengerjakan apa yang dituntut darimu merupakan bukti padamnya hati.” 

Doa Allahummar-Zuqni artinya “Karuniakanlah aku ilmu, hidayah, dan makrifat yang bisa membenahi hatiku, serta keimanan yang memuat seluruh kebajikan dan perilaku terpuji; juga berilah aku rezeki yang halal dan lezat bagi tubuhku, yang mudah diperoleh dan tidak melelahkan."[]

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo, dan Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur


Posting Komentar

0 Komentar