Hijrah Itu Pembeda Antara yang Hak dan Batil


TintaSiyasi.com -- Dalam momentum peringatan tahun baru Islam (Hijriah) 1 Muharam, Ulama Aswaja K.H. Rokhmat S. Labib menyatakan, peristiwa hijrah yang merupakan awal penanggalan tahun Islam adalah momen pembeda antara yang haq dan batil. 

“Sayidina Umar r.a. dalam satu riwayat mengatakan, mengapa peristiwa hijrah Nabi SAW penting bagi kaum Muslim saat itu sebagai mementum tahun pertama hijriah? Dikatakan, Al hijratu farroqot bainal haqi wal batil (karena hijrah itu memisahkan antara kebenaran dengan kebatilan),” ujarnya kepada TintaSiyasi.com dikutip Selasa, 1 Agustus 2023 dalam Momentum Peringatan Muharam: Saatnya Hijrah Kaffah. 

Menurutnya, itulah pentingnya memperingati Muharam sebagai momentum untuk kembali kilas balik peristiwa hijrahnya Nabi SAW dan kaum Muslim. Sayyidina Umar bin Khattab r.a. dengan kesepakatan segenap kaum Muslim saat itu menjadikan peristiwa hijrah sebagai tahun pertama bagi umat Islam (tahun Hijriah). 

"Bukan pada tahun saat rasul dilahirkan, bukan pada saat rasul mendapat wahyu, bukan juga pada saat Rasulullah wafat. Itulah tahun pertama umat Islam, yaitu ketika hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Madinah," katany.

Kiai Labib, sapaannya, menjelaskan, hijrah secara bahasa yang dikutip dari pendapat Imam Ibnu Jarir At-Tabhari, yang berarti meninggalkan sesuatu karena ketidaksukaan dan antara keduanya ada permusuhan. 

“Hijrah secara bahasa adalah tarku rojulu syai’an (seseorang yang meninggalkan sesuatu). Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir At-Thabari, bukan hanya sekadar meninggalkan sesuatu, tetapi hijrotul rojulan lisahna taqunu bainahuma (ditingalkannya seseorang dengan orang lain karena diantara keduanya ada permusuhan),” jelasnya. 

Jadi, katanya, bukan sekadar meninggalkan, tetapi ada rasa tidak suka. Oleh karena itu, Kiai Labib mengatakan, hijrah itu dipakai pada liamrin karihahu (satu perkara yang tidak disukai). Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an misalnya, ia mencontohkan dalam kalimat, wahjuruhunna fil madhoji (tinggalkanlah wanita-wanita yang nusyus dan tinggalkan tempat tidur mereka). 

Maksud meninggalkan dalam ayat tersebut, jelas Kiai Labib bukanlah bermakna bekerja, atau mencari nafkah. melainkan kerena ada sesuatu yang tidak disukai. Sedangkan pengertian al-hijrah fis syar’i, sebut Kiai Labib banyak terdapat dalam berbagai kitab Fiqih seperti kitab Al-Muni. Dalam Kitab tersebut dijelaskan bahwa, al hijrotu hia al khuruju min daaril kufri ila daril Islam (hijrah adalah keluar atau meninggalkan darul kufur menuju darul Islam).

"Definisi seperti ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqih. Meskipun kadang-kadang dengan sedikit perbedaan. Seperti al intiqom min daril kufri ila daril Islam. Namun, intinya sama, bahwa di sana adalah perpindahan atau keluarnya seseorang dari Darul Kufur menuju Darul Islam. Itulah al-hijrah. Rujukan tadi saya kutip dari kitab Al-Muni dan KItab As-Syaksiyah karya Taqiyuddin an-Nabhani,” terangnya. 

Ia melanjutkan, dari definisi syar’i, hijrah bisa dikatakan sebagai al khuruj min daril kufri ila daril Islam. Artinya, terdapat dua kata yang berbeda, yaitu Darul Islam ada Darul Kufur. Dan perpindahan seseorang dari Darul Kufur ke Darul Islam itulah yang disebut sebagai hijrah.  

“Di antara dalil yang sangat jelas dalam defenisi ini adalah sabda Nabi saw, la hijrota hatta fathi Makkah (tidak ada hijrah setelah penaklukan Kota Makkah). Atau dalam redaksi Hadis lain, la hijrota ba'da fathi Makkah. Itulah situasi ketika Rasulullah saw dan para sahabat keluar dari kota Makkah menuju Madinah,” imbuhnya. 

Ia mengatakan, Makkah saat itu adalah Darul Kufur. Begitu masuk ke Madinah, Rasulullah SAW saw sekaligus diangkat menjadi pemimpinannya, itulah Darul Islam. Oleh karena itu, saat awal hijrah, ketika Makkah belum dikuasai atau ditaklukkan, itulah hijrah. Orang Makkah pindah ke Madinah. tetapi begitu Mekkah sudah ditaklukkan, Makkah menjadi bagian Darul Islam, maka tidak lagi disebut hijrah. 

“Kenapa? Karena Makkah telah menjadi Darul Islam, maka perpindahan dari satu tempat ke tempat lain yang sudah jadi bagian darul Islam, tidaklah disebut sebagai hijrah,” pungkasnya. [] M. Siregar

Posting Komentar

0 Komentar