Hukum Syara’ Seputar Boneka

TintaSiyasi.com -- Tanya : 

Afwan Ustadz, mohon ijin bertanya. Bagaimana hukumnya bekerja di pabrik pakaian boneka Barbie menurut Islam ? Mohon dijelaskan Ustadz. (Rifky, Yogyakarta). 

Jawab : 

Hukum asal membuat boneka itu boleh menurut syariah Islam, karena terdapat nash-nash hadits yang membole∆hkannya. Dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah Juz II, Imam Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan : 

وَيُسْتَثْنَى مِنْ تَحْرِيْمِ التَّمَاثِيْلِ الْمُجَسِّمَةِ دُمَى اْلأَطْفَالِ لِوُرُوْدِ النُّصُوْصِ فِيْ ذَلِكَ 

”Dikecualikan dari haramnya patung yang bertubuh (3D), boneka untuk anak-anak, karena terdapat nash-nash syariah yang membolehkannya.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, Juz II, hlm. 356). 

Dalilnya hadits dari ‘A`isyah RA, dia berkata : 

كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

”Dulu aku penah bermain boneka berbentuk anak perempuan di sisi Nabi SAW.” (kuntu al’abu bi al-banāti ‘inda an-nabiyyi SAW). (HR. Bukhari, no. 6130). Yang dimaksud dengan “Kuntu al’abu bi al-banāti” di sini bukanlah “Dulu aku pernah bermain dengan anak-anak perempuan,” melainkan “Dulu aku pernah bermain dengan boneka yang berbentuk anak-anak perempuan.” (la’ibun ‘ala syakli al-banāt). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, Juz II, hlm. 356). 

Dalil lainnya, dari Rubayyi’ binti Al-Muawwidz Al-Anshariyyah RA, dia berkata : 

فَنَجْعَلُ -وَ فِيْ رِوَايَةٍ فَنَصْنَعُ- لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أحَدُهُمْ علَى الطَّعَامِ، أعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حتَّى يَكونَ عِنْدَ الإفْطَارِ 

”…lalu kami menjadikan  (naj’al) –dalam riwayat lain, lalu kami membuat (nashna’)— bagi anak-anak itu [yang diajak berpuasa Ramadhan] boneka dari bahan bulu (al-lu’batu min al-‘ihni). Maka jika salah seorang dari mereka menangis minta makan, kami berikan mainan itu kepadanya hingga menjelang waktu berbuka.” (HR. Bukhari, no.1960; Muslim, no. 1136). 

Dalil-dalil di atas menunjukkan bolehnya anak-anak bermain boneka dan juga bolehnya membuat boneka, sebagai perkecualian dari haramnya patung, walaupun boneka itu berbentuk makhluk bernyawa, seperti manusia atau hewan, dengan dalil bahwa boneka yang digunakan ‘A`isyah RA adalah boneka berbentuk anak perempuan (la’ibun ‘ala syakli al-banāt). 

Selain itu, terdapat hadits lain yang menunjukkan bolehnya boneka berbentuk makhluk bernyawa berupa hewan. Dari ‘A`isyah RA, bahwa ketika kembali dari Perang Tabuk atau Perang Khaibar, Rasulullah SAW melihat boneka berbentuk kuda yang mempunyai dua sayap. Rasulullah SAW bertanya  : 

مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسْطَهُنَّ؟ قَالَتْ: فَرَسٌ، قَالَ: وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ؟ قَالَتْ: جَنَاحَانِ، قَالَ: فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟ قَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلًا لَهَا أَجْنِحَةٌ؟ قَالَتْ: فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ 

”Apa ini yang aku lihat di tengah-tengahnya?” ‘A`isyah menjawab,”Ini kuda.” Rasulullah SAW bertanya,”Lalu apa sesuatu yang ada padanya?” ‘A`isyah menjawab,”Dua sayap.” Rasulullah SAW bertanya,”Kuda kok punya dua sayap?” ‘A`isyah menjawab,”Apakah Anda tidak pernah mendengar dulu Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap?”  Maka Rasulullah SAW pun tertawa hingga aku dapat melihat gigi geraham beliau.” (HR Abu Dawud, no. 4932; Al-Baihaqi, no. 21.510). 

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa boneka itu boleh hukumnya menurut syariah, karena terdapat nash-nash hadits yang membolehkan membuat dan bermain dengan boneka. Termasuk dalam kebolehan ini, kebolehan membuat bagian-bagian lainnya dari boneka, seperti sepatunya, topinya, hijabnya, bajunya, kaosnya, dsb. Kaidah fiqih menyatakan : 

اَلتَّابِعُ تَابِعٌ 

At-Tābi’u tābi’un. (Segala sesuatu yang menjadi bagian atau cabang dari sesuatu yang pokok, hukumnya mengikuti sesuatu yang pokok itu). (M. Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz II, hlm. 158). 

Hanya saja, khusus untuk boneka Barbie, walaupun hukum asal boneka itu boleh, sebagian karakter tertentu dari boneka Barbie hukumnya haram, karena terindikasi mempromosikan LGBT. Misalnya, karakter boneka Barbie yang mengenakan kaos “Love Wins” yang berwarna warni pelangi simbol LGBT. Atau karakter boneka Barbie yang meniru bentuk wajah dan tubuh Laverne Cox, seorang aktris transgender dari Amerika Serikat. 

Keharaman boneka Barbie dengan karakter LGBT ini, dikarenakan boneka tersebut telah menjadi salah satu sarana (al-wasā`il) yang mempunyai tujuan (al–maqāshid) yang haram, yaitu mempromosikan LGBT. Padahal secara syariah, hukum sarana itu mengikuti hukum tujuan, sesuai kaidah fiqih : 

اَلْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ 

Al-Wasā`il lahā hukmu al-maqāshid. (Segala sarana itu hukumnya mengikuti tujuan-tujuannya). (Hamad Al-Hamd, Syarah Manzhūmah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz III, hlm. 11). Wallāhu a’lam. 

Makassar, 12 Agustus 2023M

Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fiqih Mumalah & Kontemporer 

Posting Komentar

0 Komentar