Ironis, El Nino Menelan Korban Jiwa di Papua: Inikah Potret Pemerintah Abai dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme?


TintaSiyasi.com - Bencana El Nino yang melanda Indonesia menyebabkan kekeringan parah di beberapa daerah. Bahkan, bencana ini telah memakan korban jiwa di Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Sebanyak enam orang dilaporkan meninggal dunia, salah satunya adalah bayi. 

Para korban adalah Yenis Telenggen (38), Yemina Murib (42), Ater Tabuni (46), Tenus Murib (46), Tera Murib (39), dan juga bayi bernama Ila Telenggen. Korban meninggal dalam kondisi lemas terkena diare, panas dalam, seriawan, dan sakit kepala. (Kompas, 27/7/2023)

Selain itu, berdasarkan data masih ada 7.500 warga yang kelaparan dan terancam meninggal pula dari kedua distrik tersebut apabila pemerintah tak juga cepat tanggap atas bencana yang melanda rakyatnya. 

Pasalnya, Bupati Puncak Willem Wandik di Mimika, Papua Tengah, mengatakan musibah itu dipicu cuaca ekstrem, temperatur udara sangat dingin dan tanpa hujan sejak Mei, dan akibatnya, warga gagal panen ubi dan keladi.

Diakui Willem, kondisi kesehatan warga terdampak makin anjlok karena demi mendapat bantuan makanan di Distrik Sinak, warga harus berjalan selama dua hari. Distribusi makanan belum maksimal karena terkendala masalah keamanan.

”Maskapai penerbangan tak berani membawa bantuan makanan dari Sinak ke Distrik Agandugume. Mereka takut pesawatnya ditembak kelompok kriminal bersenjata,” ungkap Willem.

Seharusnya, selang waktu dua bulan lebih dari cukup bagi pemerintah untuk memaksimalkan bantuan demi mengantisipasi munculnya korban jiwa dari bencana ini. Terlebih, pihak BMKG mengklaim telah memberi tahu pada pemerintah mengenai adanya musim kemarau sejak Maret 2023. Sedangkan, Kemensos mengaku akan menyiapkan lumbung penyimpanan bahan makanan.

Faktor keamanan dan akses jalan menjadi alasan pemerintah atas lambatnya penyaluran bantuan dalam mengantisipasi dampak dari bencana El Nino yang menyebabkan kekeringan dan kelaparan. Pada akhirnya, rakyat yang menderita dan terenggut nyawanya.

Mengapa pemerintah abai dalam menyikapi bencana El Nino hingga bisa menelan korban jiwa di Papua dalam sistem demokrasi kapitalisme?
Apa dampak abainya pemerintah dalam sistem demokrasi kapitalisme?
Bagaimana strategi Islam menghadapi bencana alam yang sedang melanda?
 

A. Potret Pemerintah Abai di Sistem Demokrasi Kapitalisme

Dampak bencana El Nino yang menyebabkan kekeringan dan kelaparan hingga merenggut korban jiwa sekiranya patut untuk kita sematkan sebagai potret nyata abainya pemerintah. Pasalnya, ini bukanlah bencana yang tiba-tiba terjadi layaknya gunung meletus, tsunami ataupun gempa bumi. Bahkan, bencana yang tergolong tiba-tiba ini saja, masih dapat diupayakan meminimalkan korban dengan memaksimalkan mitigasi bencana.

Memang benar yang dikatakan Bupati Puncak Willem musibah yang merenggut nyawa enam warga itu dipicu cuaca ekstrem, temperatur udara sangat dingin, dan tanpa hujan sejak Mei, dan akibatnya, warga gagal panen ubi dan keladi. Namun, upaya maksimal pemerintah turut dipertanyakan dalam melakukan persiapan menghadapi dampak bencana. Terlebih muncul korban akibat warga terpaksa memakan bahan makanan yang tak layak konsumsi. Sebagaimana diakui Willem buruknya kesehatan warga demi memperoleh bantuan, warga harus berjalan selama dua hari ke Distrik Sinak.

Bahkan, nampak pemerintah saling lempar alasan, sebagaimana pihak BMKG yang merasa telah menyampaikan akan muncul bencana El Nino yang diprediksi hingga September 2023 sejak Maret 2023. Pihak Kemensos pun memberikan alasan susahnya akses jalan untuk menjangkau lokasi. Dan aparat keamanan yang meyakinkan sulitnya pemberian bantuan karena merajalelanya KKB yang penulis lebih cenderung menyebut kelompok teroris atau separatis.

Inilah wujud lemahnya peran negara dalam sistem demokrasi kapitalisme. Baik faktor alam, faktor keamanan, dan faktor akses jalan adalah akibat penerapan sistem kehidupan yang merusak ini. Faktor alam yang mengakibatkan bencana El Nino parah tidak lepas dari andil kapitalisme dalam tata kelola pembangunannya. Faktor keamanan yang mengganggu proses distribusi lebih menunjukkan ketidakmampuan negara menumpas kelompok separatis yang berlarut-larut melancarkan terornya, padahal ulah mereka sudah banyak merenggut nyawa. Faktor akses jalan yang merupakan sarana publik juga menunjukkan lemahnya negara yang menerapkan kapitalisme dalam memeratakan pembangunan.

Sangat miris, ketika bencana El Nino yang mengakibatkan kekeringan dan kelaparan hingga merenggut nyawa. Lebih ironis lagi, ketika ini terjadi di Papua yang dikenal dengan sumber saya alamnya yang melimpah. Dan seharusnya memalukan dengan dengan gunung emasnya yang dikangkangi PT. Freeport sejak lama tak serta merta memeratakan pembangunan terutama akses jalan yang merupakan sarana publik yang vital. Ini mematahkan statement sebelumnya yang mengatakan keberadaan PT. Freeport memberi keuntungan bagi masyarakat sekitar. Menuju gempita perayaan kemerdekaan Indonesia ke-78 diwarnai noktah merah rakyatnya yang meninggal akibat kelaparan. Miris, ironis, dan tragis. Inilah potret pemerintah abai dalam sistem demokrasi kapitalisme.


Pemerintah Abai dalam Penanganan Bencana Alam dapat Membahayakan Rakyat

Dampak nyata dari abainya pemerintah dalam penanganan bencana alam dapat Membahayakan rakyat. Bahkan, ini nyata telah membahayakan rakyat dengan terenggutnya enam nyawa termasuk salah satu di antaranya bayi.

Ini juga tidak lepas merupakan dampak dari pemilihan sistem ekonomi politik yang salah. Pembangunan yang bertumpu pada kapitalisme tak memberi manfaat bagi rakyat, kecuali hanya segelintir rakyat yang bermodal. Kapitalis semata yang diuntungkan dengan keberadaan sistem demokrasi kapitalisme ini. Sistem ini juga melemahkan ketahanan negara, membuatnya lemah tak berdikari, bahkan sekadar untuk menumpas kelompok separatis hingga dibiarkan berlarut-larut menebarkan terornya.

Jika sistem kehidupan ini terus dipertahankan, maka sikap abai pemerintah terhadap rakyatnya tidak akan pernah berakhir. Ini karena sistem demokrasi kapitalisme lazim melahirkan pemerintah abai dalam meriayah rakyatnya.

Sekarang memang bantuan sudah mulai berdatangan untuk 7.500 jiwa rakyat Papua yang masih bertahan hidup di dua distrik. Namun, rakyat membutuhkan pemerintah yang peduli dengan rakyatnya, pemerintah yang memainkan perannya sebagai pengurus seluruh urusan rakyatnya, bukan yang bergerak cepat dan tanggap ketika korban jiwa telah jatuh. Jadi, selama mempertahankan sistem demokrasi kapitalisme maka akan selalu berpeluang munculnya pemerintah yang abai dalam penanganan bencana alam dan dapat berakibat akan makin membahayakan rakyat.


Strategi Islam Menghadapi Bencana Alam

Berlawanan dengan sistem demokrasi kapitalisme yang niscaya memunculkan pemerintah abai dalam kepengurusan rakyatnya, sistem Islam dapat hadir sebagai solusi. Sistem Islam niscaya melahirkan pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab atas rakyatnya.

Jika persoalannya adalah distribusi bahan pokok, maka Islam dengan sistem ekonominya mampu mewujudkan pemerataan atas kebutuhan rakyat di seluruh wilayahnya, bukan hanya menunggu ketika terjadi bencana alam. Kalaupun terjadi bencana alam, maka pemerintah dalam Islam akan makin memaksimalkan perannya untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang terdampak bencana.

Ketahanan pangan negara diwujudkan salah satunya untuk mengcover ketika terjadi bencana kekeringan hingga berakibat paceklik pada hasil panen rakyat. Jadi, upaya pemenuhan tanggung jawab negara bukan ketika bencana telah terjadi, tetapi jauh sebelumnya terjadi bencana. Salah satu daerah yang dilanda paceklik akan dipenuhi kebutuhannya dengan mendatangkan dari daerah lain. Upaya maksimal menghadapi bencana alam, seperti paceklik telah jauh ribuan abad yang lalu dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab.

Persoalan ketahanan pangan, jauh telah dicontohkan di masa kekhilafahan Islam. Imam Al-Qurtubi mengatakan: “Bertani adalah salah satu kewajiban berkecukupan. Oleh karena itu, umat Islam/pemimpin Negara/Khilafah harus mendorong rakyat untuk bercocok tanam, bertani dan berkebun, sampai terpenuhinya kebutuhan pangan negara/rakyat/masyarakat”. Muslim menghasilkan semua yang mereka butuhkan bahkan seorang sejarawan peradaban berkata: Saya belum pernah mendengar bahwa Muslim, di mana pun mereka menetap, mengimpor makanan dari luar negara-negara dunia Islam. Umat Muslim juga menulis tentang properti tanah dan cara menghasilkan kompos, memperkenalkan perbaikan substansial dalam metode pembajakan, pertanian, dan irigasi.” (Ahmad Amin, 1966). (Hidayatullah.com)

Sedangkan, apabila persoalannya adalah akses jalan yang tidak merata, maka dalam sistem Islam sulit akan ditemui ini. Pasalnya, sistem ekonomi Islam tidak akan membiarkan SDA diprivatisasi, tetapi wajib dikelola negara yang hasilnya akan digunakan untuk membangun sarana publik, baik sarana jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, hingga memberikan akses murah, mudah, dan bahkan gratis untuk rakyatnya atas sarana publik tersebut. Keberlimpahan SDA tidak akan menjadikan negara kekurangan modal dalam mengurusi rakyatnya. Jarang ditemui khilafah menarik dharibah bagi rakyatnya demi membangun fasilitas publik.

Teringat Khalifah Umar bin Khattab saat melihat ada jalan yang rusak, beliau berkata “Jangan ada satu keledai pun yang terperosok karena jalan yang rusak, ini akan menjadi pertanggung jawabanku di akhirat kelak”. Inilah wujud ungkapan seorang pemimpin yang lahir dalam sistem Islam.

Kemudian, ketika yang menjadi persoalan adalah teror dari kelompok separatis, maka tidak akan diragukan lagi akan semangat jihad fisabilillah dari tentara Muslim yang rela syahid di jalan-Nya untuk secepatnya menumpas mereka tanpa menunggu berlarut-larut hingga banyak nyawa rakyat sipil menjadi korban.

Dalam Islam, bukan hanya sistem ekonomi dan ketahanan militernya saja yang diatur dengan Islam. Namun, seluruh aturan kehidupan di seluruh lini kehidupan akan diatur dengan syariat Islam.

Oleh karena itu, sangat penting untuk dicatat bahwa masa kegemilangan Islam dalam catatan sejarah tidak lepas dari adanya implementasi syariah Islam secara kaffah hingga peradaban Islam dapat bertahan selama 14 abad. Peradaban Islam telah membawa kemajuan dalam kondisi sosial dan material (termasuk ketersediaan dan keamanan pangan). Islam membentuk peradaban yang melampaui semua peradaban sebelumnya (termasuk Romawi) dalam hal ekspansi, ketahanan, dan pencapaiannya.


Penutup 

Bencana El Nino yang menyebabkan kekeringan dan kelaparan hingga merenggut nyawa di tanah Papua tentu sangat miris sekali. Ironis, Papua yang dikenal kaya dengan sumber daya alam emasnya yang dikangkangi kapitalis (PT. Freeport) sejak lama tak berdampak pada pembangunan fasilitas publik masyarakat sekitar. Tragis, akses jalan yang sulit dan ketidakamanan akibat ulah kelompok teroris menjadi alasan sulitnya bantuan masuk. Sungguh, inilah potret pemerintah abai dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Sistem demokrasi kapitalisme berpeluang memunculkan pemerintah yang abai terhadap rakyatnya. Salah satunya abai dalam upaya menghadapi bencana kekeringan dan kelaparan yang sampai merenggut nyawa rakyat. Kondisi ini berdampak membahayakan rakyat. Bahkan, apabila terus dibiarkan cara pengurusan rakyat seperti ini maka akan makin membahayakan rakyat.

Dibutuhkan sistem baru yang mampu menghadirkan pemimpin yang amanah untuk meriayah seluruh urusan rakyatnya. Sistem Islam dengan seperangkat aturannya, secara komprehensif diterapkan di semua lini kehidupan. Ini akan mewujudkan periayahan rakyat secara optimal dalam segala kondisi, termasuk dalam kondisi terjadi bencana alam. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar