Kontroversi Rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas: Demi Kepentingan Siapa?

TintaSiyasi.com -- No viral no justice! Kalau tidak viral tidak mendapatkan keadilan. Hari ini sesuatu yang viral memberikan pengaruh besar dalam posisi hukum hari ini. Sakitnya hukum dalam sistem demokrasi sering kesulitan dalam menegakkan keadilan yang ada di negeri ini. Oleh karena itu, media memiliki peranan penting dalam membantu menyuarakan keadilan dan kebenaran. Awal Agustus 2023 rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas menuai kontroversi, Perpres ini diduga berpotensi membungkam suara rakyat.

Dari poin-poin yang dibahas dikhawatirkan bisa menjadi alat pemukul antara media, selain itu, kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang selama ini digembar-gemborkan oleh demokrasi bisa dibisukan oleh Perpres ini. Perpres yang akan berada di bawah kendali penguasa dan bisa dengan mudahnya dikendalikan demi kepentingan segelintir orang. 

Melalui perpres ini berpotensi terjadi penyeleksian berita secara selektif oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan kekuasaan. Sehingga, bisa merusak ekosistem digital yang telah ada selama ini. Faktanya saja, ekosistem digital hari terbuka dengan konten-konten sekuler dan liberal yang merusak, tetapi mereka menutup mata terhadap konten-konten dakwah. Banyak acara-acara dakwah yang tidak di-blow up di media-media karena mengikuti tren global sekularisasi dan liberalisasi. 

Oleh karena itu, adanya perpres ini dikhawatirkan akan membungkam amar makruf nahi mungkar, terutama dakwah yang mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa. Pertanyaannya jika Perpres ini tetap dikebut, siapa yang berkepentingan dan demi apa Perpres ini dibuat? Apakah belum cukup UU ITE untuk membatasi suara rakyat? Atau belum cukup revisi KUHP untuk melakukan sekularisasi dan liberalisasi umat hari ini? Terkadang memang para kapitalis dan orang-orang sekuler tidak bisa bernafas lega sebelum suara dakwah bisa dibisukan secara sempurna.

Kritik soal Rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas

Usulan Perpres Jurnalisme Berkualitas diduga berpotensi menimbulkan pasal-pasal karet yang bisa ditarik sesuai kepentingan mereka yang berkuasa dan memiliki kekuatan. Google sebagai mesin pencari informasi telah mengkritisi Perpres Jurnalisme Berkualitas ini. Google menyampaikan kekecewaannya terhadap rancangan draf Perpres Jurnalisme Berkualitas. Dikutip dari umsu.ac.id (3-8-2023), mereka menyatakan bahwa jika draf ini disahkan tanpa perubahan, akan ada dampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas.

Google berpendapat bahwa Perpres ini dapat membatasi berita yang tersedia secara online dan hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita, sementara membatasi keberagaman sumber berita bagi publik. Mereka juga mengkhawatirkan pemberian kekuasaan kepada lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten yang boleh muncul online dan perusahaan pers mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.

Ada delapan poin yang diusulkan Dewan Pers bagi perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Pertama, mencegah penyebaran dan komersialisasi konten berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan. Kedua, menghapus berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pers. Ketiga, berbagi data agregat aktivitas pengguna yang berasal dari pemanfaatan konten jurnalistik milik perusahaan pers secara transparan dan adil. 

Keempat, memberitahukan perubahan algoritma atau sistem internal yang mempengaruhi distribusi konten, referral traffic, dan sistem paywalls setidaknya 28 hari sebelum perubahan dilakukan. Kelima, memastikan bahwa perubahan algoritma tersebut tetap mendukung hadirnya jurnalisme berkualitas sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. Keenam, tidak mengindeks dan menampilkan konten jurnalistik hasil daur ulang dari media lain tanpa izin. Ketujuh, memberikan perlakuan yang sama kepada semua perusahaan pers dalam penyediaan layanan platform digital.

Adapun kritik terkait delapan poin di atas adalah sebagai berikut. Pertama, pada poin pertama, hal itu berpotensi membungkam cetizen journalism, jurnalisme warga sangat penting dalam mengimbangi pemberitaan media massa hari ini. Bahkan adanya media sosial juga bisa menjadi penetral dari pembentukan opini publik yang dilakukan media massa hari ini. Pada poin pertama berpotensi membungkam kritik kritis masyarakat. Lalu mereka yang menjadi jurnalis tetapi tidak berada dalam naungan dewan pers apakah dilarang menyampaikan kejadian atau peristiwa tertentu yang benar-benar terjadi adanya? Oleh karena itu, adanya Perpres ini cukup mengkhawatirkan. 

Soal komersialisasi berita, hari ini masyarakat disuguhkan berita-berita yang hanya sensasional, kontroversial, dan terkadang nirfaedah. Mereka pemilik modal bisa meminta pemberitaan yang diberitakan sesuai dengan kepentingan mereka. Hal-hal yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat justru tidak masuk berita. Terkadang masalah menunggu viral dulu, baru media mainstream memberikannya, andai kan tidak viral, tidak ada peliputan terhadap peristiwa tersebut. 

Kedua, pada poin dua tersebut, seolah-olah Dewan Pers berlaku sebagai pengatur dan legitimator terhadap berita yang berkembang di mana saja. Seolah-olah tanpa persetujuan dari Dewan Pers, berita akan sulit tayang. Bahkan, yang sudah tayang pun bisa dihapus sepihak oleh mereka atas adua Dewan Pers. Hal ini berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak swasta atau mereka yang memiliki kekuatan dan uang demi menyetir segala bentuk berita yang beredar. 

Padahal, hari ini publik disuguhkan dengan segala bentuk berita yang dibingkai kepentingan kapitalisme. Semua berdampak pembentukan opini yang makin sekuler dan abai terhadap nurani keadilan. Sebagaimana contohnya, jika ada pelaku kejahatan yang beragama Islam, pemberitaan tidak hanya menyudutkan pelaku kejahatan tetapi juga mendiskreditkan agama Islam itu sendiri. Berbeda dengan kejahatan yang dilakukan non-muslim, mereka tidak mendapatkan perilaku sebagaimana umat Islam yang kerap distempel radikal atau teroris ketika melakukan dugaan kejahatan.

Ketiga, berbagi agregat aktivitas pengguna yang berasal dari pemanfaatan konten jurnalistik dikhawatirkan terjadi penyelewengan data dan disalahgunakan. Diketahui ajang kontestasi politik mendatang, pemberitaan begitu dibingkai untuk menaikkan elektabilitas para kontestan politik. Bisa jadi para kontestan politik membutuhkan banyak data untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, jika soal data bisa berbagi, sebenarnya ini bahaya. 

Keempat, memberitakan alogaritma media sosial terhadap pelaku pers seharusnya diberitakan secara terbuka saja. Mengapa harus dengan Dewan Pers? Padahal banyak yang ingin mendapatkan informasi alogaritma setiap media sosial. Karena ingin kontennya bisa viral dan tersebar dengan baik media sosial mana saja. Kelima, dalam poin kelima juga soal alogaritma seperti poin keempat. Keenam, poin keenam di atas berpotensi pasal karet terhadap pelanggaran kode etik jurnalistik. Membatasi ruang gerak jurnalis dalam meliput berita. Kategori daur ulang yang rentan disalahgunakan untuk memukul lawan antara pers. 

Ketujuh, dalam pemberian perlakuan yang sama atas semua pers memang ini seolah-olah bagus, tetapi sulit diwujudkan, pada faktanya platform media sosial hari ini berasaskan kapitalisme, mereka yang bayar ya mereka yang mendapatkan fasilitas. Bagaimana dengan pers yang lain? Sebenarnya model pers yang berbasis iklan ini mudah sekali dikuasai dan dikendalikan oleh pemilik modal. Apabila pemilik modal ini terjun ke dunia politik, mereka bisa menguasai media dan menguasai opini publik. 

Usulan Perpres Jurnalisme Berkualitas sejatinya berpotensi membatasi ruang gerak jurnalis. Namun, sejatinya ini adalah perpanjangan tangan dari model demokrasi yang makin ke sini makin mengarah ke otoriter. Mereka menekan publik tidak hanya melalui undang-undang, tetapi juga melalui pers, sehingga ruang gerak berbicara makin dibatasi. Dibatasi berdasarkan kepentingan kapitalis yang bermain. Karena hari ini segala bentuk aturan maupun opini publik sedang digiring kepada sekularisasi dan kapitalisasi kehidupan, sehingga opini Islam yang bertentangan dengan asas sekuler kapitalisme akan mendapatkan tekanan terhadap sistem yang ada.

Dampak Perpres Jurnalisme Berkualitas terhadap Politik dan Media

Siapa yang bisa menguasai media, maka akan menguasai dunia. Media hari ini memang bisa mempengaruhi dunia. Hari ini, diperlihatkan betapa dunia berada dalam genggaman para kapitalis, para kapitalis tidak hanya memegang kekuasaan tetapi mereka juga bisa mengendalikan media. Adanya Perpres Jurnalisme Berkualitas sejatinya tidak lepas dari cengkraman kapitalisme hari ini, kapitalisme ingin media tunduk kepada kepentingannya, sehingga menutup celah kebebasan berpendapat yang bermata dua melalui Perpres Jurnalisme Berkualitas ini. 

Dampak politik dari dari perpres tersebut adalah kondisi perpolitikan yang makin otoriter. Lawan dari kapitalisme adalah Islam, melalui Perpres ini, berpotensi membungkam dakwah Islam dan suara-suara kebenaran yang tidak memiliki pendukung kapitalis. Bahkan, hanya sekadar viral pun bisa dikendalikan oleh Perpres ini melalui bocoran alogaritma yang mereka dapatkan dari platform media sosial. 

Salah satu harapan umat ketika hukum tidak mampu mewujudkan keadilan adalah dengan mengabarkan ke media. Melalui perpres ini, dewan pers punya wewenang penuh menghapus konten apa saja yang tidak sesuai kepentingan mereka, apalagi kepentingan penguasa. Bagaimana nasibnya para oposisi yang berusaha mengkritisi jalannya pemerintahan ketika perpres ini disahkan?

Selanjutnya, dampak terhadap media hari ini adalah hanya media-media yang berada di bawah kendali dewan pers yang bisa bersuara. Media di luar itu dikhawatirkan dibungkam oleh perpres ini. Sejatinya Perpres ini kepanjangan tangan dari demokrasi yang berubah makin otoriter dan arogan. Kebebasan berpendapat hanya milik penguasa, rakyat jelata hanya disuruh untuk tunduk dan tidak banyak protes terhadap segala kebijakan yang diputuskan.

Strategi Islam dalam Mengatur Jurnalisme

Dalam Islam konsep dasar jurnalisme adalah amar makruf nahi mungkar. Segala bentuk dakwah adalah proyek utama adanya negara. Negara dana segala lapisan jajarannya hingga ke umat harus melakukan upaya amar makruf nahi mungkar. Utamanya negara harus totalitas dalam melakukan edukasi kepada umat terkait akidah, syariat, dan dakwah Islam. Media sepenuhnya dikuasai negara dan digunakan semaksimal mungkin untuk merealisasikan tujuan negara sebagai penjaga akidah, jiwa, dan harta kaum Muslim.

Hal itu erat kaitannya dengan informasi dalam edukasi undang-undang dan hukum yang diterapkan di dalam sistem Islam. Begitu pun soal sanksi, adapula sanksi hukuman yang harus disiarkan ke seluruh umat yang bertujuan sebagai zawazir (pencegah) dan jawabir (penebus) agar jarimah (kejahatan) tidak terulang lagi. Di situlah media sebagai garda terdepan dalam menjaga penerapan Islam secara keseluruhan dalam kehidupan.

Adapun media swasta yang dikelola oleh umat dibiarkan selama yang dipublikasikan adalah konten-konten dakwah dan mereka tidak boleh menyebarluaskan konten-konten yang bertentangan dengan syariat Islam. Adanya media-media dakwah yang dikelola oleh umat tetap berada dalam pengawasan dan kontrol negara ataupun umat. Seumpama terbukti melakukan penyebaran kemungkaran, negara tidak segan-segan bersikap tegas dan menerapkan hukuman kepada pemilik maupun segala yang terlibat dalam kejadian itu.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Usulan Perpres Jurnalisme Berkualitas sejatinya berpotensi membatasi ruang gerak jurnalis. Namun, sejatinya ini adalah perpanjangan tangan dari model demokrasi yang makin ke sini makin mengarah ke otoriter. Mereka menekan publik tidak hanya melalui undang-undang, tetapi juga melalui pers, sehingga ruang gerak berbicara makin dibatasi. Dibatasi berdasarkan kepentingan kapitalis yang bermain. Karena hari ini segala bentuk aturan maupun opini publik sedang digiring kepada sekularisasi dan kapitalisasi kehidupan, sehingga opini Islam yang bertentangan dengan asas sekuler kapitalisme akan mendapatkan tekanan terhadap sistem yang ada.

Selanjutnya, dampak terhadap media hari ini adalah hanya media-media yang berada di bawah kendali dewan pers yang bisa bersuara. Media di luar itu dikhawatirkan dibungkam oleh perpres ini. Sejatinya Perpres ini kepanjangan tangan dari demokrasi yang berubah makin otoriter dan arogan. Kebebasan berpendapat hanya milik penguasa, rakyat jelata hanya disuruh untuk tunduk dan tidak banyak protes terhadap segala kebijakan yang diputuskan.

Dalam Islam konsep dasar jurnalisme adalah amar makruf nahi mungkar. Segala bentuk dakwah adalah proyek utama adanya negara. Negara dana segala lapisan jajarannya hingga ke umat harus melakukan upaya amar makruf nahi mungkar. Utamanya negara harus totalitas dalam melakukan edukasi kepada umat terkait akidah, syariat, dan dakwah Islam. Media sepenuhnya dikuasai negara dan digunakan semaksimal mungkin untuk merealisasikan tujuan negara sebagai penjaga akidah, jiwa, dan harta kaum Muslim.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo 
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu, 23 Agustus 2023
Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar