Perangkap HAM, Menjerumuskan Generasi dalam Pusaran Perilaku Kriminal?

TintaSiyasi.com -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) angkat bicara mengenai Pemprov DKI Jakarta yang berencana menertibkan hutan kota di Cawang. Lokasi itu diduga menjadi tempat berkumpulnya lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Komnas HAM mengingatkan rencana Pemprov DKI Jakarta itu berpotensi melanggar HAM. Belakangan ini, Hutan Kota UKI Cawang di Jakarta Timur viral di media sosial karena dinarasikan sebagai 'sarang' LGBT. "Saya ingatkan Pj Gubernur DKI untuk tidak melakukan upaya-upaya yang mengarah pada praktek diskriminasi dalam akses pelayanan publik yang ada di DKI Jakarta karena itu bisa berpotensi melanggar HAM," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada Republika, Kamis (27-7-2023).

Menanggapi suara keras aktivis HAM tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, sebatas mendudukkan bahwa taman kota adalah  ruang publik untuk beraktivitas positif.  Jika satpol PP menindak warga dikarenakan  warga tersebut melakukan aktivitas negatif. Lebih lanjut, Heru menyamakan penindakan itu sepertinya halnya orang buang sampah sembarangan. Hal tersebut akan ditindak oleh Pemprov DKI karena ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2019. Sesederhana itu ?

LGBT Bukan Sekadar Buang Sampah

Sebenarnya, LGBT itu tindak kriminal dan berbahaya bagi masa depan negeri ini. Dalam Islam perzinaan maupun perilaku LGBT adalah jarimah (kejahatan). Negara memiliki kewajiban untuk melakukan tindakan preventif, edukasi, hingga pemberian sanksi terhadap perilaku tersebut. Jika persepsi tentang LGBT tidak sama di antara para pengambil kebijakan dengan pandangan Islam, maka penyikapan pun akan berbeda-beda. Perlakuan dan tindakan terhadap mereka pun akan berbeda di antara stake holder. 

Jika perilaku  LGBT disamakan dengan tindak membuang sampah sembarangan, maka sama saja menutup mata akan bahaya yang tengah mengancam masa depan negeri ini.  gelombang tsunami amoral akan menggerus eksistensi generasi. Dan lebih dari itu, adanya bala dengan  menyebarnya HIV/AIIDS di tengah masyarakat.

LGBT adalah tindak kriminal dan berbahaya bagi generasi. Harusnya ada tindakan tegas terhadap perilaku menyimpang tersebut.  Ketidaktegasan terhadap tindak kriminal tersebut  justru membuat makin beraninya para pelaku kriminal tersebut menunjukkan eksistensinya. Mereka sudah tidak lagi sembunyi dan malu-malu lagi. Di dunia maya mereka berani tampilkan profilnya secara jelas dan menggabungkan diri dalam komunitas gay yang beragam. Mereka juga berani menjadikan tempat-tempat umum menjadi tempat pertemuan dan nongkrong. Mulai cafe, bioskop, taman, tempat karaoke, GOR, food court, maupun  mal-mal. Bahkan, beberapa waktu lalu mereka berani menggelar bendera pelangi di seputaran Monas.

HAM Menciptakan Hukum Banci

Berharap adanya tindakan tegas bagi perilaku LGBT di negeri ini, hanyalah harapan kosong. Mengapa? Dalam hukum positif di Indonesia belum ada undang-undang yang tegas untuk mengkriminalisasikan homoseksualitas. Hukum pidana nasional tidak melarang hubungan seksual pribadi dan hubungan homoseksual non-komersial antara orang dewasa yang saling bersetuju. 

Hal ini berarti, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menganggap perbuatan homoseksual sebagai suatu tindakan kriminal, selama tidak melanggar hukum-hukum lain yang lebih spesifik, yakni mengenai perlindungan anak, kesusilaan, pornografi, pelacuran, dan kejahatan pemerkosaan. 

Perbuatan homoseksual tidak dianggap sebagai tindakan kriminal, selama hanya dilakukan oleh orang dewasa (tidak melibatkan anak-anak atau remaja di bawah umur), secara pribadi (rahasia/tertutup, tidak dilakukan di tempat terbuka/umum, bukan pornografi yang direkam dan disebarluaskan), non-komersial (bukan pelacuran), dan atas dasar suka sama suka (bukan pemaksaan atau pemerkosaan). Justru, mereka sedang berusaha mencari legitimasi agar perilaku mereka sah dan dilindungi hukum. 

Hal ini ditegaskan oleh Menkopolhukam Machfud MD, bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan ancaman pidana terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). "Enggak ada satu pasal pun yang mengatakan 'barangsiapa itu LGBT diancam hukuman...', enggak ada. Cari di pasal berapa," kata Mahfud dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (15-12-2022).

Mengapa hukum seolah tak berkutik di hadapan perilaku berbahaya ini, tak lain karena terperangkapnya penguasa negeri ini dengan jebakan-jebakan Barat dalam bentuk ratifikasi konferensi, sebagai kosekuensi logis atas kepesertaan Indonesia dalam keanggotaan PBB
Dalam konferensi ICPD (International Conference on Population and Development) di Mesir tahun 1994, membuat keputusan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (baca: PBB) menetapkan bahwa yang dimaksud keluarga adalah hubungan antara pria dan wanita dalam suatu pernikahan maupun ikatan antara pria dengan pria (pasangan homoseks) dan wanita dengan wanita (pasangan lesbian). 

Putusan konferensi meminta kepada seluruh negara anggota PBB agar meratifikasi hasil putusan konferensi tersebut. Sejak itu ada gerakan meratifikasi hasil keputusan tersebut di berbagai negara dengan melegalkan perkawinan sejenis antara lain Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afrika Selatan (2006), Swedia (2008), Portugal (2010), Islandia (2010), Argentina (2010), Meksiko (2009) (suaraislamonline.com).

Di Indonesia sendiri muncul kelompok hak gay pada tahun 1982. Dalam kisaran tahun 1980 hingga 1990 bermunculan berbagai asosiasi gay, diantaranya Gaya Nusantara, Arus Pelangi, Ardhanary Institute, GWL INA. Pergerakan gay dan lesbian di Indonesia adalah salah satu yang tertua dan terbesar di Asia Tenggara. Sekarang ada lebih dari tiga puluh kelompok LGBT di Indonesia. Yogyakarta, Indonesia, merupakan tempat diadakannya pertemuan puncak hak LGBT pada tahun 2006 yang menghasilkan ‘Prinsip-Prinsip Yogyakarta’.

Kedaulatan di Tangan Syarak

Selama satu negeri menjadikan kedaulatan di negeri tersebut di tangan rakyat, maka negeri tersebut akan terus terombang-ambing dalam ketidakpastian. Akan terus ditimpa persoalan yang tak kunjung selesai, sebagaimana negeri ini. Inilah buah sistem kapitalis liberal yang tengah diterapkan di negeri ini. Hanya satu jalan menyelamatkannya, yakni mencabut sistem kapitalis liberal seakar-akarnya, dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem yang mengembalikan kedaulatan di tangan syarak. Bukan di tangan manusia yang membuat persoalan seolah pelik karena berbeda penyikapan setiap kepala. Terlebih, adakah hukum yang lebih baik daripada hukum-Nya ?

اَفَحُكۡمَ الۡجَـاهِلِيَّةِ يَـبۡغُوۡنَ‌ؕ وَمَنۡ اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكۡمًا لِّـقَوۡمٍ يُّوۡقِنُوۡنَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? 
(QS. Al Maidah: 50).[]

Ir. Retno Sukmaningrum, M.T.
Pengamat Kebijakan Publik

Catatan kaki: https://news.republika.co.id/berita/rygovn330/komnas-batasi-akses-hutan-kota-untuk-lgbt-termasuk-pelanggaran-ham
 https://nasional.kompas.com/read/2022/12/16/06284131/pemerintah-tegaskan-tak-ada-pasal-pidana-lgbt-di-kuhp-baru



Posting Komentar

0 Komentar