TintaSiyasi.com -- Sobat. Siapa pun yang tidak mengimani rasul, pasti ia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak atas ketidakimanannya dan ketidakterikatannya dengan hukum-hukum yang dibawa oleh rasul tersebut.
Orang yang mengimani rasul dan mengikatkan diri dengan hukum yang dia bawa juga akan dimintai pertanggungjawaban atas penyelewengan terhadap sebagian hukum dari hukum-hukum yang dibawa oleh rasul tersebut.
رُّسُلٗا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمٗا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ (4) : 165).
Sobat. Dan Allah telah mengutus para rasul yang sebagian telah dikisahkan dan sebagian lagi tidak, supaya mereka menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar di akhirat dan memberi peringatan kepada orang-orang kafir dan durhaka, bahwa mereka akan mendapat siksa dalam api neraka.
Jika Allah tidak mengutus para rasul kepada manusia, niscaya orang kafir pada hari Kiamat nanti akan menyampaikan hujah atau alasan supaya mereka jangan dipersalahkan atau dituntut sebab belum pernah kedatangan seorang rasul yang memberi peringatan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah:
Dan kalau mereka Kami binasakan dengan suatu siksaan sebelumnya (Al-Qur'an itu diturunkan), tentulah mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, sehingga kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina dan rendah?" (thaha/20:134).
Jadi jelas sekali, bahwa hikmah diutusnya para rasul itu ialah untuk membatalkan hujah atau alasan orang kafir nanti pada hari kiamat.
Katakanlah (Muhammad), "Alasan yang kuat hanya pada Allah. Maka kalau Dia menghendaki, niscaya kamu semua mendapat petunjuk." (al-An'am/6:149).
Allah Mahakuasa, tidak dapat dikalahkan dalam segala urusan yang dikehendaki-Nya, lagi Mahabijaksana dalam segala perbuatannya. Menurut kebijaksanaan-Nya tidak perlu melayani permintaan orang-orang kafir Yahudi untuk menurunkan sebuah kitab dari langit, sebab sudah ada pengalaman dengan Musa.
Mereka pernah meminta yang aneh-aneh kepada Musa, dan setelah permintaannya dipenuhi, mereka semakin menampakkan keingkaran dan keserakahannya.
Sobat. Dalam konteks kerasulan Muhammad SAW seluruh kaum muslimin yang menjadi umat beliau diperintahkan untuk melakukan amal-perbuatannya sesuai dengan hukum-hukum Islam yang beliau bawa. Mereka wajib menyesuaikan amal-perbuatannya dengan segala perintah dan larangan Allah SWT yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman :
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr (59) : 7).
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa harta fai' yang berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraidhah, Bani Nadhir, penduduk Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan Allah kepada Rasul-Nya, dan digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum Muslimin.
Kemudian diterangkan pembagian harta fai itu untuk Allah, Rasulullah, kerabat-kerabat Rasulullah dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang kehabisan uang belanja dalam perjalanan.
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka bagian Rasul yang empat perlima dan yang seperlima dari seperlima itu digunakan untuk keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas kerasulan, seperti para pejuang di jalan Allah, para dai, dan sebagainya.
Sebagian pengikut Syafi'i berpendapat bahwa bagian Rasulullah itu diserahkan kepada badan-badan yang mengusahakan kemaslahatan kaum Muslimin dan untuk menegakkan agama Islam.
Ibnus-sabil yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang terlantar dalam perjalanan untuk tujuan baik, karena kehabisan ongkos dan orang-orang yang terlantar tidak mempunyai tempat tinggal.
Kemudian diterangkan bahwa Allah menetapkan pembagian yang demikian bertujuan agar harta itu tidak jatuh ke bawah kekuasaan orang-orang kaya dan dibagi-bagi oleh mereka, sehingga harta itu hanya berputar di kalangan mereka saja seperti yang biasa dilakukan pada zaman Arab Jahiliah.
Allah memerintahkan kaum Muslimin agar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diputuskan itu, baik mengenai harta fai' maupun harta ganimah. Harta itu halal bagi kaum Muslimin dan segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah mereka jauhi dan tidak mengambilnya.
Ayat ini mengandung prinsip-prinsip umum agama Islam, yaitu agar menaati Rasulullah dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya, karena menaati Rasulullah SAW pada hakikatnya menaati Allah juga. Segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah berasal dari Allah, sebagaimana firman-Nya:
Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (an Najm/53: 3-4)
Rasulullah SAW menyampaikan segala sesuatu kepada manusia dengan tujuan untuk menjelaskan agama Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:
(Mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan Adh-dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan. (an-Nahl/16: 44)
Ayat 44 surah an-Nahl ini mengisyaratkan kepada kaum Muslimin agar melaksanakan hadis-hadis Rasulullah, sebagaimana melaksanakan pesan-pesan Al-Qur'an, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pada akhir ayat 7 ini, Allah memerintahkan manusia bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Tidak bertakwa kepada Allah berarti durhaka kepada-Nya. Setiap orang yang durhaka itu akan ditimpa azab yang pedih.
Oleh: DR Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
0 Komentar