Narkoba Menggila: Potret Buram Masyarakat ala Kapitalisme Sekuler


TintaSiyasi.com -- Peredaran narkoba menggila. Pemberantasannya selama ini ternyata tak berefek jera. Bahkan penemuan baru-baru ini, pengendalian peredaran barang haram ini dilakukan dari beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas). 

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama Juni-Agustus 2023 telah menangani lima kasus peredaran narkoba di DIY. Pun meringkus tiga jaringan pengedar narkoba, salah satunya dikomando dari dalam lapas Jawa Tengah (Jateng) (kompas.com, 7/9/2023).

Sementara David, bandar narkoba kelas kakap yang menjadi narapidana narkoba kini menjadi perhatian. Pasalnya, dia diduga bisa mengendalikan bisnis narkobanya dari balik penjara. Guna pemeriksaan lebih lanjut, terpidana 20 tahun penjara itu dipindahkan dari Lapas Karanganyar Nusakambangan ke Lapas Narkotika Bandar Lampung pada 19 Agustus 2023 (tribunnews.com, 1/9/2023).

Komando peredaran narkoba dari lapas tentu menambah serius soal ini. Kian menyulitkan upaya pemberantasan pil koplo oleh aparat penegak hukum. Pun meningkatkan angka kriminalitas termasuk di luar lapas. 

Padahal sebagian pengedar juga memiliki jaringan internasional. Jadilah akumulasi ini kian menghambat upaya penyelesaian kasus narkoba secara nasional. Fenomena ini semestinya menjadi sinyal keras bagi pemerintah untuk menangani kejahatan ini secara tegas dan komprehensif karena dampaknya pasti merugikan bangsa dan negara.

Narkoba Menggila dalam Sistem Kapitalisme Sekuler

Peredaran narkoba bukanlah hal baru. Telah puluhan tahun berlangsung. Berbagai upaya dari penyuluhan, penggerebekan, penangkapan, hingga pembinaan, terus dilakukan. Namun bukannya hilang, tetapi malah berkembang.

Jika ditelisik, ada beberapa sebab seseorang terjerat narkoba. Di antaranya, salah pergaulan, terpengaruh budaya fun, ingin cepat kaya dengan cara mudah dan instan, pelarian dari masalah (teman atau keluarga), bahkan ada yang awalnya hanya korban.

Ditambah dengan oknum-oknum penegak hukum yang menjadi payung bisnis haram ini, membuat jaringan narkoba makin sulit dimusnahkan. Realitasnya, aparat yang seharusnya memberantas narkoba, justru ada yang menjadi aktor utama penyebarannya. 

Kian buruknya penegakan hukum akan membuat narkoba kian tidak terkendali. Banyak kasus narkoba yang melibatkan institusi kepolisian, kejaksaan, anggota dewan, kehakiman, dan seterusnya. Misalnya, penangkapan Kapolda Jatim Irjen Teddy Minahasa karena kasus narkoba beberapa waktu lalu. Sebelumnya ada 136 anggota kepolisian yang di-PTDH-kan (pemberhentian tidak hormat) terkait narkoba. 

Dari aspek penegakan hukum nyaris tidak tegas bahkan banyak oknum aparat yang terlibat. Pun dari aspek edukasi, tidak ada kebijakan serius melalui beberapa institusi terutama pendidikan yang secara efektif mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan narkoba dan menjadi agen peredarannya. Tidak ada kampanye masif perang melawan narkoba.

Yang terjadi justru kampanye masif melawan radikalisme (yang diidentikkan dengan agama Islam). Padahal yang mampu menangkal penggunaan narkoba adalah pemahaman agama seseorang, dari sisi akidah dan syariat. Namun agama malah dimusuhi dengan berbagai macam propaganda serta stigmatisasi negatif. 

Dari semua penyebab di atas, sejatinya sebab utama adalah kian jauhnya manusia dari agama. Mereka menjadikan agama sebatas kepemelukan. Bukan keyakinan yang menghujam hingga berpengaruh pada tindakan. Mereka merasa tidak butuh agama sebagai timbangan boleh tidaknya memakai atau mengedarkan narkoba. Termasuk keterlibatan oknum aparat yang melindungi bisnis haram ini. 

Inilah buah penerapan sekularisme, paham hidup yang mendidik manusia untuk memisahkan agama dari keseharian. Mencukupkannya saat berhubungan dengan Sang Khaliq dalam ibadah ritual. Namun saat mengatur dirinya, terlebih ketika berinteraksi dengan sesama manusia di segala aspek hidup, agama dianggap tidak penting. 

Dari rahim sekularisme ini pula, terlahir konsep kapitalisme dalam sistem ekonomi. Mereka menganut prinsip ekonomi untuk meraih sebanyak-banyaknya hasil dengan sedikitnya upaya. Tidak lagi memperhatikan proses meraih harta. Melabrak halal haram. Bahkan tak peduli bermaslahat atau menjerumuskan. Seperti dalam kasus peredaran narkoba sebagai barang terlarang. 

Sekularisme juga melahirkan demokrasi dalam sistem pemerintahan yang berbasis pada kebebasan individual; kebebasan beragama, kepemilikan, berpendapat, dan bertingkah laku. Jadilah penerapan demokrasi berstandar ganda. 
Di satu sisi, ia melarang peredaran narkoba tersebab dampak negatifnya. Di sisi lain, ia menafikan titah Yang Maha Kuasa dan menempatkan kedaulatan di tangan manusia.

Dengan basik kebebasannya, manusia merasa bisa memilih apa saja yang “baik” menurut. Apabila iman pas-pasan, jelas mereka mudah terpengaruh segala jenis aktivitas yang berbau fun termasuk mengonsumsi narkoba.

Selain itu, demokrasi tidak membatasi masalah kepemilikan harta. Selama tidak merugikan orang lain, seseorang boleh mendapatkan uang dari mana saja. Akhirnya, banyak yang memikirkan cara untuk bisa memperoleh uang dengan mudah dan instan.

Inilah beberapa penyebab narkoba kian marak di negeri ini. Nampak diberantas tapi nyatanya kasus narkoba seolah tak pernah berhenti.

Dampak Maraknya Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba terhadap Kualitas Generasi Muda di Masa Depan

Generasi muda merupakan kelompok rentan terhadap penggunaan narkoba. Faktor tekanan sebaya, eksperimen, perasaan ingin tahu, dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya narkoba bisa memengaruhi untuk mencoba narkoba.

Selain itu, tekanan akademik, masalah emosional, dan ketidakstabilan sosial juga bisa menjadi faktor yang memperburuk situasi. Berikut dampak negatif penggunaan narkoba bagi generasi muda.

Pertama, gangguan kesehatan fisik. Banyak jenis obat terlarang tersebut yang berefek merusak pada organ tubuh; hati, paru-paru, dan otak. Misalnya, bahaya penyalahgunaan narkoba seperti kokain bisa meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan kejang. Sementara penyalahgunaan ekstasi bisa meningkatkan risiko gagal hati dan gagal jantung.

Selain itu, juga akan melemahkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko infeksi, dan menyebabkan gangguan nutrisi. Overdosis narkoba penyebab keracunan otak, kerusakan hati, hingga membahayakan nyawa penggunanya. 

Kedua, gangguan kesehatan mental. Mengganggu perkembangan otak hingga risiko gangguan kesehatan mental pun meningkat. Misalnya gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar. 

Pun bisa memicu psikosis, yaitu kondisi mengalami gangguan persepsi, pemikiran tidak rasional, dan hilangnya kontak dengan realitas. Selain itu, berisiko lebih besar mengalami masalah perilaku, kekerasan, pikiran untuk bunuh diri dan menyakiti diri sendiri.

Ketiga, masalah dalam pendidikan. Bisa mengganggu konsentrasi dan memengaruhi kemampuan belajar. Akibatnya, prestasi akademik menurun, kesulitan menyelesaikan tugas, bahkan putus sekolah.

Keempat, hubungan sosial terganggu. Menyebabkan perubahan perilaku, ketidakstabilan emosional, dan ketidakmampuan menjaga hubungan sehat dengan keluarga, teman, dan masyarakat sekitar. Akibatnya, mendapatkan isolasi dari masyarakat sekitar, konflik dengan orang lain, dan kehilangan dukungan sosial.

Kelima, terlibat dalam perilaku berisiko. Bisa membuat anak muda tidak memiliki penilaian atau pemikiran baik dalam interaksi sosial dan pribadi. Sehingga terlibat dalam perilaku berisiko, seperti pergaulan bebas hingga kehamilan tidak dikehendaki.

Keenam, keterlibatan dalam kriminalitas. Hal ini karena ketergantungan narkoba membutuhkan sumber daya finansial. Hingga terlibat dalam kegiatan ilegal seperti pencurian, perdagangan narkoba, dan kekerasan. 

Itulah berbagai dampak negatif narkoba bagi generasi muda. Tentu ini akan berpengaruh pada buruknya kualitas generasi muda di masa depan. Padahal sebagai penerus bangsa, mereka dituntut sehat fisik dan mental, berperilaku baik, serta mampu membangun interaksi sosial secara harmonis. Bila generasi muda "ngoplo," bagaimana nasib bangsa di masa mendatang?

Strategi Pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba dalam Perspektif Hukum Islam sebagai Solusi Tepat

Islam memandang, narkoba hukumnya haram. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

Adapun narkoba, ada perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mengharamkan karena mengqiyaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan, “Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” 

Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia (Muslimah News, 20/07/2020).

Jadi dengan kejelasan haramnya narkoba, negara tidak akan berkompromi dengan segala hal yang diharamkan syariat, apa pun bentuk dan jenisnya, terlebih narkoba berbahaya bagi masyarakat. Maka strategi untuk memberantas narkoba dalam perspektif Islam antara lain:

Pertama, negara bersama organisasi peduli umat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang keharaman dan bahaya narkoba. Diharapkan masyarakat memahami hingga mendorong mereka tidak menyentuh barang terlarang ini sedikit pun.

Kedua, negara wajib menindak tegas pelaku peredaran narkoba. Dari penjual, pengedar, pemakai, hingga pabrik yang memproduksinya. Sanksinya berupa ta'zir yang dapat berbeda-beda sesuai kadar kesalahannya. Bisa berupa penjara, cambuk, hingga hukuman mati. Diharapkan mampu membawa efek jera bagi pelaku dan masyarakat.

Ketiga, negara masif melakukan kampanye menolak narkoba. Ajakan ini hendaknya tersebar luas di tengah masyarakat. Agar efektif, menggandeng media sebagai sarana kampanye. 

Keempat, negara merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan dukungan sistem sanksi yang tegas, tidak akan ada saling suap aparat dengan pelaku, aparat yang menjual barang sitaan, atau mafia narkoba seperti saat ini.

Kelima, keluarga sebagai institusi terkecil di negara sekaligus sekolah pertama bagi anak-anak mampu menjalankan fungsi pendidikan. Yang utama, memberikan pondasi kepada anak berupa pendidikan agama; tauhid dan syariat. Pun pola pendidikan orang tua yang membentuk kepribadian islami. Keshalihan orang tua dan anak akan menjauhkan dari maksiat termasuk mengkonsumsi narkoba. 

Demikian beberapa strategi memberantas narkoba dengan perspektif Islam. Dan pelaksanaannya menuntut sistem tata kelola negara yang melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh. Semua pasti mendamba individu, masyarakat, penegak hukum, pejabat, dan penguasanya shalih dan amanah. Oleh karenanya, umat harus hidup dalam sistem yang mewujudkan ketakwaan komunal, bukan parsial atau personal, yakni dengan hidup di bawah pengaturan syariat Islam.


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)

Posting Komentar

0 Komentar