Patungisasi Soekarno: Timbangan Syariat Islam dan Hukum Negara


TintaSiyasi.com -- Negeri penuh kontroversi. Sepertinya layak disematkan untuk Indonesia. Bagaimana tidak? Di tengah kebanyakan rakyat ngos-ngosan bertahan hidup, pemerintah berencana membangun patung Soekarno setinggi 100 meter senilai Rp 10 triliun, di Bandung Barat, Jawa Barat, mulai tahun depan. Mengapa dana sebesar itu tidak diprioritaskan untuk membangun infrastruktur yang bermaslahat bagi rakyat?

Selain itu, di tengah mayoritas penduduk negeri yang beragama Islam, sungguh tak layak bila patung justru dibangun sebagai kebanggaan. Wajar bila rencana tersebut memantik keresahan hingga menuai protes dari berbagai elemen umat Islam. Bahkan beberapa ormas Islam turun ke jalan menolaknya. 

Dipandang dari sisi mana pun, pembangunan patung ini tak ada urgensinya. Dari sisi ekonomi, hanya menghambur-hamburkan dana. Dari aspek edukasi, makna pembelajaran apa yang bisa dimengerti? Apalagi secara agama justru menyalahi syariat Islam. 

Jika pemerintah bersama investor kekeuh melanjutkan rencana pembangunannya, tentu menyisakan pertanyaan motif utama di benak publik. Jangan-jangan demi kepentingan politik kelompok tertentu atau keuntungan oligarki. Maka, alangkah baiknya bila pihak terkait mengkaji ulang rencana pembangunan patung Soekarno dengan menimbang lagi urgensi dan aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam.

Pengaturan Karya Seni Patung dalam Tata Hukum Indonesia

Seni rupa merupakan bentuk ekspresi pengalaman estetis manusia melalui media titik, garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang. Jenis karya seni rupa dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti museum, galeri seni, dan ruang-ruang publik lainnya. 

Dikutip dari buku Pengetahuan Dasar Seni Rupa oleh Sofyan Salam, Sukarman B., Hasnawati, dan Muh. Muhaemin, sesuai wujudnya, karya seni ada yang berbentuk tiga dimensi (karya trimatra), yaitu memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi, serta volume sehingga wujudnya bisa dinikmati dari berbagai arah. Contoh; patung bangunan, boneka, dan beragam jenis desain produk lainnya.

Pada dasarnya, hukum negara tidak mengatur soal seni patung. Sejauh ini, kami hanya menemukan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Juga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang pemberian sanksi bagi pelanggar hak tersebut. 

Hak cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau informasi tertentu. Hak ini memberikan perlindungan hukum terhadap berbagai jenis karya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. 

Dengan memiliki hak cipta, pencipta atau pemilik karya memiliki kendali penuh atas penggunaan karyanya oleh pihak lain. Hal ini berarti orang lain tidak dapat menggunakan, menyalin, atau menyebarluaskan karya tersebut tanpa izin atau persetujuan dari pemilik hak cipta, kecuali jika diberikan lisensi atau hak khusus lainnya.

Jenis karya yang dapat dilindungi oleh hak cipta meliputi berbagai bentuk ekspresi intelektual, seperti tulisan, musik, gambar, film, lukisan, software, desain, seni rupa dalam berbagai bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, pahatan, patung, kolase, dan seni terapan, dan seterusnya.

Dengan demikian, secara hukum negara, pembangunan patung Soekarno pada dasarnya sah-sah saja karena tidak ada pelanggaran secara hukum. Hanya saja, pemerintah tak boleh berhenti di sini. Masih perlu menimbang lagi dari sisi urgensi (kemaslahatan rakyat) dan aspek agama (hukum Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk negeri ini).

Keharaman Patung: Tradisi Kafir dan Potensi Pengkultusan

Syariah Islam telah mengharamkan aktivitas tashwîr, yakni menggambar, memahat juga membuat patung setiap makhluk bernyawa. Baik di atas kertas, kulit, tembok, koin, dan seterusnya.  

Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh orang-orang yang membuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) ini akan diazab pada hari kiamat dan akan dikatakan kepada mereka, 'Hidupkanlah apa yang kalian buat ini'!" (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah SAW pun pernah memerintahkan Ali bin Abi Thalib ra. dalam satu ekspedisi militer untuk menghancurkan patung-patung yang ia temui. "Janganlah engkau tinggalkan patung kecuali engkau hancurkan. Janganlah engkau tinggalkan gambar kecuali engkau hapus. Janganlah engkau tinggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan." (HR. Muslim).

Oleh karena itu, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menyimpulkan bahwa para ulama bersepakat atas keharaman membuat gambar dan patung makhluk bernyawa, baik hewan maupun manusia, juga haram meletakkannya di mana pun (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 2/2674, Maktabah Syamilah).

Dan harus dipahami, keharaman membuat patung tidak berdasarkan pada ‘illat kekhawatiran disembah sebagaimana prasangka sebagian orang, sehingga menjadi halal jika bukan untuk disembah atau dikultuskan. Sebab hadis-hadis Nabi SAW yang menjelaskan keharamannya, tidak mengaitkan dengan unsur penyembahan atau tidak.

Terkait pembuatan patung, hal yang diharamkan adalah: 

Pertama, merupakan tradisi kafir. Dulu bangsa Mesir, Romawi, dan lain-lain biasa membuat patung raja, tokoh atau pahlawan sebagai pengkultusan. Pada zaman modern, negara seperti Uni Soviet dulu, membuat patung tokoh mereka untuk dikultuskan oleh rakyatnya. 

Budaya membuat patung makhluk bernyawa dengan tujuan mengenang dan memuliakan orang-orang terdahulu termasuk tasyabbuh terhadap orang kafir. Nabi SAW telah mengharamkan perilaku tersebut. 

Kedua, pengkultusan kepada seseorang meski ulama, pahlawan atau khalifah. Kaum Yahudi dan Nasrani adalah kaum yang berlebih-lebihan dalam memuliakan para Nabi. 

Sabda Rasulullah SAW, "Janganlah kalian melampaui batas dalam memuji diriku seperti perbuatan kaum Nasrani kepada Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba-Nya. Karena itu panggillah oleh kalian (aku ini), 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'.” (HR Bukhari

Rasulullah saja menolak dan melarang diri beliau dikultuskan oleh umat beliau. Lalu apakah pantas bila manusia biasa dikultuskan oleh sesama manusia? Apalagi jika ia pelaku kemungkaran.

Adapun dampak buruk dari pengkultusan yaitu:

Pertama, membuat pengikutnya menutup mata dari kesalahan pihak yang dikultuskan. Karena si tokoh sakral dan wajib dibela. Padahal ia membawa pemikiran batil seperti paham sosialisme komunisme dan memusuhi Islam. 

Kedua, berbahaya bagi pemikiran umat. Akan membuat umat bukan saja mengkultuskan figur tokoh tertentu, tetapi juga membenarkan pemikiran batilnya bahkan meniru perilakunya. 

Ketiga, menjauhkan umat Islam dari ajaran agama dan kedekatan dengan Allah SWT. Saat gharizah tadayyun (naluri beragama) terpuaskan dengan pengkultusan sesama manusia/benda, membuatnya jauh dari hakikat Sang Pencipta. Pun mengendurkan ketaatan pada syariat-Nya. 

Keempat, pembodohan publik. Patungisasi Soekarno mungkin tidak dimaksudkan untuk membuat "Tuhan" nasionalisme, tapi bila niatnya mengajarkan itu, yang ada tak lagi pencerdasan tapi pembodohan. 

Demikianlah pandangan syariat Islam tentang keharaman pembuatan patung. Serta beberapa dampak buruk yang mungkin timbul bila aktivitas tersebut diteruskan. Bila haram dibuat dan jauh dari mashlahat, dengan dalih apa patungisasi Soekarno akan terus terjadi?

Strategi Mengenang Jasa Pahlawan dalam Ajaran Islam

Pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Secara etimologi, pahlawan berasal dari akar kata pahala, dan akhiran wan, pahalawan. Artinya, pahlawan layak memperoleh pahala karena jasa-jasanya bagi perjuangan menegakkan kebenaran.

Dalam agama Islam, pahlawan merupakan orang yang berani memperjuangkan Islam sampai ia menang atau mati. Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menyebutkan soal berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan.

Allah SWT berfirman: "Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zhalim." (QS. Al-Baqarah: 193).

Kaum Muslimin yang berperang ini bisa disebut sebagai pahlawan, karena mereka berniat jihad di jalan Allah dari hal-hal yang mengusik keagamaan. Mereka tak peduli bakal mendapat penghargaan atau tidak, sebab hanya merindu ridha Allah SWT.

Adapun strategi menghargai dan mengenang jasa pahlawan dalam ajaran Islam adalah:

Pertama, mengingat jasa pahlawan dan meneladani kebaikannya. Implementasi dari ini dengan cara menceritakan kisah perjuangan pahlawan pada generasi penerus. Misalnya kisah Bung Tomo yang secara heroik meneriakkan takbir untuk memberi semangat pasukannya. Hingga mereka termotivasi meneladani semangat juang para pahlawan. 

Kedua, mensyukuri hasil perjuangan dengan makin taat. Kemerdekaan dari penjajahan fisik karena jasa pahlawan mestinya disyukuri dengan lebih taat pada Sang Pencipta Jagat Raya. Dialah yang secara hakikat menganugerahkan kemerdekaan tersebut.

Ketiga, mendoakan. Mendoakan merupakan cara berterima kasih atas jasa para pahlawan. Semoga pengorbanan tenaga dan nyawa dalam mempertahankan Indonesia sebagai wilayah/negeri Muslim dari penjajahan kaum kafir dibalas kebaikan oleh Allah SWT.

Keempat, turut menjaga dan negeri ini dari hegemoni bangsa Asing. Sebagai negeri Islam berpenduduk mayoritas Muslim dengan kekayaan alam melimpah, tak heran bila negeri ini jadi sasaran bangsa kafir Barat. Tugas kita adalah menjaga agar hegemoni asing tidak kian menggila. 

Kelima, berjuang mengenyahkan penjajahan pemikiran Barat yang rusak dan merusak. Realitasnya, meski penjajahan fisik telah tiada tapi medan pertempuran beralih ke perang pemikiran. Hingga hari ini, ideologi sesat sekularisme dan turunannya terus merasuki semua lini kehidupan di negeri kaum Muslimin ini. Maka tak hanya menjaga, kita mesti berjuang mengenyahkan segala bentuk ideologi dan pemikiran sesat.

Demikianlah beberapa strategi dalam pandangan Islam untuk mengenang dan menghargai jasa pahlawan. Dan perjuangan tertinggi adalah meraih kemerdekaan hakiki yaitu melepaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia, beralih hanya menghamba pada Allah SWT.


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)

Posting Komentar

0 Komentar