TintaSiyasi.com -- Anak masih menjadi sasaran empuk eksploitasi. Kasus pertama yang terkuak adalah eksploitasi anak seks. Dikutip dari Sindonews, Kamis, 12 Oktober 2023, polisi mengungkap total 8 anak yang menjadi korban eksploitasi seks muncikari perempuan berinisial JL, di apartemen kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Mirisnya, kedelapan anak itu dijual ke pria WNA yang sama berinisial N yang kini DPO.
Kasus kedua yang viral akhir September adalah kasus eksploitasi anak yang diajak untuk live Tiktok. Dari Detik.com menyampaikan, 23 September 2023, dua panti asuhan diduga mengeksploitasi anak-anak dengan live Tiktok. Ketua Forum Panti Kota Medan Besri Ritonga mengatakan sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Kini, polisi masih mendalami persoalan tersebut. Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya yang beralamat di Jalan Pelita didapati ada 26 anak. Sedangkan di Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia yang terletak di Jalan Rinte ditemukan ada 15 anak.
Ketiga, kasus prostitusi online. dikutip dari Republika.co.id, 24 September 2023, anak di bawah umur 17 tahun, dijebak dalam prostitusi online. Polda Metro Jaya menangkap seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), muncikari pada kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial dan mucikari tersebut sudah ditangkap. Ketiga, anak-anak juga ada yang menjadi sindikat perdagangan organ yang sempat viral 7 bulan yang lalu.
Tampak dari beberapa kasus di atas sistem kehidupan hari ini gagal melindungi anak. Anak yang seharusnya dijaga, dibina, dan dididik agar menjadi generasi emas penerus bangsa, justru dirusak karena dijadikan objek eksploitasi. Sebenarnya membahas soal anak tentu kasus ini marak tidak disebabkan sendiri, tetapi banyak faktor yang memengaruhinya.
Pertama, faktor keluarga. Terkadang, anak-anak yang menjadi korban eksploitasi adalah mereka yang tidak memiliki orang tua. Di sisi lain keluarga besar tidak ada yang memedulikannya. Sehingga, mereka hidup sebatang kara dan tanpa arah. Sekalipun, ada pula mereka yang masih punya orang tua, tetapi karena orang tua tidak mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepadanya, akhirnya mereka terjerumus dalam kasus eksploitasi anak.
Kedua, faktor masyarakat. Hari ini kita ditampakkan bagaimana kondisi masyarakat yang egois, individualis, dan sadis. Seolah-olah kepedulian terhadap lingkungan sekitar itu tidak ada dan mereka cari aman masing-masing. Begitu mengkhawatirkan banyak anak-anak rusak dan tidak ada yang peduli dengan kondisi mereka hari ini. Bahkan, sebagian masyarakat menjadi pelaku eksploitasi anak tersebut. Seperti kasus anak-anak yang dijadikan alat untuk mengemis di media sosial ataupun secara nyata. Mereka dipaksa mengemis dan menyetorkan kepada bosnya.
Ketiga, faktor negara. Negara tidak bisa menjamin perlindungan anak. Negara juga tidak peka terhadap permasalahan anak dan kasus-kasus eksploitasi anak yang sejatinya bak gunung es dan belum terendus hukum. Saat ini negara bagaikan sapi ompong menghadapi maraknya kasus eksploitasi anak, padahal masih ada kasus perdagangan organ yang belum bisa dituntaskan di negeri ini.
Inilah akibat dari penerapan sistem dan hukum yang bernafaskan sekularisme. Sekularisme yang menjelma menjadi kapitalisme telah menjadikan manusia atau anak sebagai komoditas yang bisa dieksploitasi hingga diperjualbelikan. Sistem ini telah menciptakan manusia-manusia yang nirempati dan memproduksi aturan-aturan yang tidak bisa ditegakkan keadilan di dalamnya.
Gagal
Sekularisme kapitalisme telah gagal melindungi anak-anak. Satu-satunya sistem kehidupan yang mampu dan terbukti melindungi anak-anak hanyalah sistem khilafah.
Syariat memerintahkan keberadaan khilafah sebagai institusi yang mewujudkan maqasidus syariah, salah satunya adalah menjaga dan melindungi anak-anak. Mekanisme tersebut dilakukan dari berbagai sisi yang akan menutup celah eksploitasi anak.
Realitasnya, kehidupan pertama anak-anak berawal dari keluarga, maka syariat mengatur bahwa anak-anak berhak mendapatkan orang tua yang salih dan salihah, diberi nama yang baik, dipahamkan hakikat kehidupan juga ditanamkan standar kemuliaan hanyalah ketika bermanfaat untuk Islam dan kaum Muslimin. Alhasil, dari konsep tersebut anak-anak akan memiliki konsep kehidupan yang benar. Sehingga mereka terjaga dan terlindungi dari pemikiran yang rusak.
Adapun kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan dan papan anak-anak akan ditanggung oleh walinya, yaitu ayah mereka. Jika ayah mereka meninggal, maka kewajiban nafkah akan jatuh kepada sanak saudara.
Allah SWT berfirman,
وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.
Dari aturan Islam ini, maka anak-anak akan mendapat jaminan hidup dari keluarganya. Namun, aturan syariat saja tidak cukup untuk menjamin kehidupan anak-anak. Karena, selain hidup dalam keluarga, anak-anak juga hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, di sini butuh peran masyarakat dan negara dalam menjaga keamanan mereka.
Dari sisi ekonomi, khilafah akan menjamin lapangan pekerjaan bagi setiap individu laki-laki agar mereka bisa bekerja. Lapangan pekerjaan dalam khilafah begitu luas sehingga setiap kepala keluarga akan mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara makruf atau jika anak-anak tersebut telah yatim piatu dan tidak memiliki sanak saudara, maka khilafah akan menanggung penafkahan anak tersebut.
Kebijakan tersebut pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Alhasil, tidak akan ada anak-anak yang ridha dirinya dieksploitasi hanya karena ingin mendapatkan uang. Selain itu, sistem pergaulan dalam khilafah akan menjaga kesucian dan kemuliaan warga negaranya. Sistem pergaulan Islam akan menghapus praktik perzinaan dan praktik haram lainnya sebagaimana yang marak terjadi saat ini dengan berbagai modus, maka masyarakat akan bersih dari profesi mucikari, gigolo, PSK dan sejenisnya.
Media khilafah pun akan diatur agar para pemilik media dan para pengguna hanya menayangkan konten-konten bermanfaat yang dapat menambah ilmu dan keimanan umat dengan kata lain konten sesuai syariat. Jika ada pelanggaran akan ada sangsi takzir untuk mereka. Khilafah juga akan menindak tegas oknum yang masih melakukan eksploitasi kepada anak-anak. Mereka akan diberi sanksi sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan.
Penerapan sangsi tersebut akan menutup celah tindakan mucikari, perdagangan manusia dan kejahatan lainnya secara tegas dan tuntas. Alhasil, kasus eksploitasi anak tidak akan terjadi. Seperti inilah cara khilafah dalam menghentikan kasus eksploitasi pada anak-anak yang diselesaikan secara komprehensif dan menyeluruh.[] Ika Mawarningtyas-Nabila Zidane
0 Komentar